Selasa, 13 Desember 2016

PENGARUH KONSENTRASI ASAM DAN BASA TERHADAP GERAKAN OPERKULUM IKAN NILA (Oreochromis niloticus)



PENGARUH KONSENTRASI ASAM DAN BASA TERHADAP GERAKAN OPERKULUM IKAN NILA (Oreochromis niloticus)
Siti Rosida, 140210103019, Fisiologi Hewan Kelas A
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember
Abstrak
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) termasuk hewan poikilotermik akuatik. Hewan ini menggunakan insang dalam proses respirasi. Insang merupakan lipatan keluar dari permukaan tubuh yang tertanam dalam air dan terdapat penutup insang yang disebut operkulum. Ikan nila hanya mampu mengikat oksigen yang terlarut di dalam air dan tidak dapat mengikat oksigen di udara meskipun jumlahnya lebih melimpah. Untuk lingkungan air, kadar oksigen dipengaruhi oleh kelarutan oksigen dalam air. Kelarutan oksigen ini salah satunya dapat dipengaruhi oleh pH air. Oleh karena itu, kadar oksigen rendah dan pH rendah akan berpengaruh terhadap aktivitas respirasi ikan.  Akan tetapi, dalam rangka menyesuaikan diri dengan lingkungannya, ikan memiliki toleransi dan resistensi pada kisaran tertentu dari variasi lingkungan. Ikan akan melakukan mekanisme homeostasis yaitu dengan berusaha untuk membuat keadaan stabil sebagai akibat adanya perubahan variabel lingkungan.
Kata kunci: akuatik, operkulum, respirasi
PENDAHULUAN
Kehidupan organisme akuatik sangat tergantung pada kualitas air tempat dimana organisme tersebut hidup. Kualitas air yang baik sangat menunjang pertumbuhan organisme perairan, baik hewan maupun tumbuhan.  Kualitas air salah satunya dilihat dari segi kimia, dimana unsur kimia dalam air berfungsi sebagai pembawa unsur-unsur hara, mineral, vitamin dan gas-gas terlarut
dalam air. Kualitas air ditentukan oleh kelarutan oksigen (DO) dan derajat keasaman (pH). Kadar oksigen rendah dan pH rendah berpengaruh terhadap aktivitas respirasi ikan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan karena bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH medium terhadap jumlah pergerakan operkulum ikan nila, selain itu untuk mengetahui pengaruh jumlah gerakan operkulum terhadap laju respirasi ikan nila, serta untuk mengetahui pengaruh pH medium terhadap mortalitas ikan nila.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember pada tanggal 25 November 2016. Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu, toples kaca, pH meter, timbangan, gelas piala, gelas ukur, pengaduk, stopwatch, kertas label dan counter. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu, ikan nila (Oreochromis niloticus), air, aquades, cuka (CH3COOH) dan sabun pencuci piring (sunlight), Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan. Tahapan pertama yaitu menimbang berat ikan yang akan di uji cobakan pada timbangan, pada saat menimbang menggunakan gelas beker sebagai wadah ikan. Tahap kedua yaitu pembuatan medium cair yang memiliki pH 1, 3, 5, 7, 9, 12 dan 14 untuk menurunkan pH hingga medium cair menjadi asam digunakan cuka (CH3COOH) yang ditambahakan secara perlahan ke medium cair sampai menunjukkan sekala yang dikehendaki pada pH meter, untuk menaikkan pH hingga medium cair menjadi basa digunakan sun light (sabun cuci piring) yang ditambahakan secara perlahan ke medium cair sampai menunjukkan sekala yang dikehendaki pada pH meter. Sedangkan tahap ketiga yaitu memasukkan ikan ke dalam medium cair yang telah di atur pHnya, menunggu ikan sampai keadaaan tenang lalu mengukur banyaknya gerakan operculum per menit dan melakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk masing masing medium dengan pH yang berbeda.


HASIL PENELITIAN
a.      Pengaruh pH terhadap pergerakan operkulum
Berat (gr)
pH
Kolaps Menit ke-
Jumlah Gerakan Operculum Menit ke-
Jumlah Rata-rata Gerakan Operculum
1
2
3
5,7
7 (kontrol)
-
158
169
159
162
5
1
2
101
-
-
101
5
3
-
124
133
128
128
5
5
-
133
138
137
136
6
9
2
51
-
-
51
4,5
12
2
43
-
-
43
16
14
2
38
-
-
38


b.     Tabel Distribusi Normal
Deskriptif
Jumlah Gerakan Operculum
pH
Pengulangan
Rata-rata
Std. Deviasi
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maksimum
Lower Bound
Upper Bound
1
3
33,67
58,312
33,667
-111,19
178,52
0
101
3
3
128,33
4,509
2,603
117,13
139,53
124
133
5
3
136,00
2,646
1,528
129,43
142,57
133
138
7
3
162,00
6,083
3,512
146,89
177,11
158
169
9
3
17,00
29,445
17,000
-56,15
90,15
0
51
12
3
14,33
24,826
14,333
-47,34
76,00
0
43
14
3
12,67
21,939
12,667
-41,83
67,17
0
38
Total
21
72,00
67,449
14,719
41,30
102,70
0
169

c.      Tabel Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Jumlah Gerakan Operculum
Levene Statistic
df1
df2
Sig.
7,953
6
14
,001

d.     Tabel Analisis One Way Anova
ANOVA
Jumlah Gerakan Operculum

Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
80129,333
6
13354,889
17,218
,000
Within Groups
10858,667
14
775,619


Total
90988,000
20




e.      Tabel Analsisi Perbandingan Ganda
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Jumlah Gerakan Operculum
LSD
(I) pH Larutan awal
(J) pH Larutan Perbandingan
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
1
3
-94,667*
22,739
,001
-143,44
-45,90
5
-102,333*
22,739
,000
-151,10
-53,56
7
-128,333*
22,739
,000
-177,10
-79,56
9
16,667
22,739
,476
-32,10
65,44
12
19,333
22,739
,410
-29,44
68,10
14
21,000
22,739
,371
-27,77
69,77
3
1
94,667*
22,739
,001
45,90
143,44
5
-7,667
22,739
,741
-56,44
41,10
7
-33,667
22,739
,161
-82,44
15,10
9
111,333*
22,739
,000
62,56
160,10
12
114,000*
22,739
,000
65,23
162,77
14
115,667*
22,739
,000
66,90
164,44
5
1
102,333*
22,739
,000
53,56
151,10
3
7,667
22,739
,741
-41,10
56,44
7
-26,000
22,739
,272
-74,77
22,77
9
119,000*
22,739
,000
70,23
167,77
12
121,667*
22,739
,000
72,90
170,44
14
123,333*
22,739
,000
74,56
172,10
7
1
128,333*
22,739
,000
79,56
177,10
3
33,667
22,739
,161
-15,10
82,44
5
26,000
22,739
,272
-22,77
74,77
9
145,000*
22,739
,000
96,23
193,77
12
147,667*
22,739
,000
98,90
196,44
14
149,333*
22,739
,000
100,56
198,10
9
1
-16,667
22,739
,476
-65,44
32,10
3
-111,333*
22,739
,000
-160,10
-62,56
5
-119,000*
22,739
,000
-167,77
-70,23
7
-145,000*
22,739
,000
-193,77
-96,23
12
2,667
22,739
,908
-46,10
51,44
14
4,333
22,739
,852
-44,44
53,10
12
1
-19,333
22,739
,410
-68,10
29,44
3
-114,000*
22,739
,000
-162,77
-65,23
5
-121,667*
22,739
,000
-170,44
-72,90
7
-147,667*
22,739
,000
-196,44
-98,90
9
-2,667
22,739
,908
-51,44
46,10
14
1,667
22,739
,943
-47,10
50,44
14
1
-21,000
22,739
,371
-69,77
27,77
3
-115,667*
22,739
,000
-164,44
-66,90
5
-123,333*
22,739
,000
-172,10
-74,56
7
-149,333*
22,739
,000
-198,10
-100,56
9
-4,333
22,739
,852
-53,10
44,44
12
-1,667
22,739
,943
-50,44
47,10
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


PEMBAHASAN
Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang telah lama dibudidayakan  di  Indonesia  bahkan  telah dikembangkan di lebih dari 85 negara sebagai komoditi ekspor. Ikan ini berasal dari kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya di  Afrika. Saat ini ikan nila telah tersebar ke negara beriklim tropis maupun subtropis, sedangkan pada wilayah beriklim dingin ikan nila tidak dapat hidup dengan baik. Pertumbuhan ikan nila secara umum dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal meliputi genetik dan kondisi fisiologis ikan serta faktor eksternal yang berhubungan dengan pakan dan lingkungan. Faktor lingkungan tersebut diantaranya kuantitas dan kualitas air yang meliputi komposisi kimia air, temperatur air, agen penyakit, dan tempat pemeliharaan (Aliza, 2013). [1]
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) termasuk phylum Chordata dan Genus Oreochromis, berikut  klasifikainya:
Kingdom              : Animalia
Phylum                 : Chordata
Sub phylum         : Vertebrata
Class                     : Actinopterygii
Order                    : Perciformes
Family                  : Cichlidae
Genus                   : Oreochromis
Species                : Oreochromis niloticus
(itis.gov, 2016). [2]
Ikan bergantung kepada insangnya untuk mengambil oksigen terlarut dalam air. Logam berat dalam air cenderung membentuk suatu ikan dengan bahan organik yang terdapat di dalamnya. Ikan merupakan salah satu organ sasaran toksisitas logam Al dan berperan sebagai organ respirasi yang selalu berhubungan langsung dengan air di sekelilingnya. Permukaan insang berfungsi sebagai tempat pertukaran ion-ion tertentu serta berfungsi sebagai organ osmoregulasi. Air yang kaya Al dalam kondisi asam juga mempengaruhi kesetimbangan ion dan air  di dalam tubuh ikan. Aluminium merupakan sumber keasaman air karena Al3+ hidrolisi menghasilkan ion H+ (Huri, 2013). [3]
Proses pengambilan oksigen dan pembebasan karbondioksida dikenal sebagai respirasi (pernafasan). Istilah pernafasan berlaku untuk hewan secara keseluruhan maupun proses yang terjadi di dalam sel. Hewan mengambil oksigen dari medium dimana dia hidup dan memberikan karbondioksida  ke medium tersebut (Soewolo, 2000). [4]
Oksigen diperlukan untuk oksidasi zat makanan. Dari proses oksidasi ini akan dihasilkan energi untuk berbagai keperluan tubuh. Hasil samping dari proses oksidasi adalah gas karbondioksida (CO2) yang selanjutnya akan dikeluarkan dari tubuh. Dengan demikian antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya berlangsung suatu proses pertukaran gas O2 dan CO2. Ada beberapa fungsi  pernafasan, fungsi berlaku pada seluruh mahluk hidup yang bertulang belakang. Urutan dua teratas merupakan fungsi utama, selanjutnya merupakan sekunder dari sistem pernafasan yaitu, menyediakan oksigen untuk darah, mengambil karbon dioksida dari dalam darah, membantu dalam mengatur keseimbangan dan regulasi keasaman cairan ekstraseluler dalam tubuh, membantu pengendalian suhu elliminasi air, fonasi (pembentukan suara) (Yulia, 2013). [5]
Air merupakan media paling vital bagi kehidupan ikan. Suplai air yang memadai akan memecahkan berbagai masalah dalam budidaya ikan secara intensif.  Ada beberapa parameter air yang biasa diamati untuk menentukan kualitas suatu air, diantaranya adalah oksigen . Oksigen adalah salah satu faktor pembatas penting dalam budidaya ikan. Meskipun beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, namun konsentrasi minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian besar spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Konsentrasi oksigen terlarut di dalam air dapat ditingkatkan dengan menggunakan aerator (Afrianto, 1992). [6]
Kadar CO2 (karbondioksida) yang terlarut dalam perairan berpengaruh terhadap pH suatu perairan. Kadar CO2 terlarut yang tinggi dapat meningkatkan keasaman air (nilai pH air rendah). Kadar CO2 terlarut tinggi umumnya terjadi pada dini hari (pagi-pagi sekali), sehingga pH air akan rendah. Namun, pH akan kembali normal pada siang hari karena kadar CO2 terlarut turun yang disebabkan oleh asimilasi tumbuh-tumbuhan hijau perairan. Derajat keasaman (pH) air merupakan faktor pembatas pada pertumbuhan ikan. Nilai keasaman (pH) perairan yang sangat rendah (sangat asam) dapat menyebabkan kematian pada ikan. Gejala yang diperlihatkan adalah gerakan ikan tidak teratur, tutup insang bergerak sangat aktif, dan ikan berenang sangat cepat di permukaan air. Demikian pula, nilai keasaman (pH) perairan terlalu tinggi (sangat besar) menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat (Cahyono, 2011). [7]
PH air yang cocok adalah 6-8,5, namun pertumbuhan optimalnya terjadi pada pH 7-8. Nilai pH yang masih ditolerir nila adalah 5-11. Suhu optimal untuk pertumbuhan nila dan mujair antara 25oC- 30oC. Pada suhu sampai 22oC nila masih dapat memijah, begitu pula pada suhu 37oC. Pada suhu dibawah 14oC atau lebih dari 38oC, nila mulai terganggu. Suhu mematikan berada pada 6oC dan 42oC. Nila dapat hidup pada peraiaran dengan kandungan oksigen minim, kurang dari 3 ppm (part per million). Untuk pertumbuhan optimalnya, nila membutuhkan perairan dengan kandungan oksigen minimal 3 ppm (Kardi, 2010). [8]
Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah Ph. PH (singkatan dari puissance negatif de H), yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu, atau dapat ditulis:
pH = -log (H)+
Air murni (H2O) berasosiasi sempurna sehingga memiliki ion H+ dan ion OH- dalam konsentrasi yang sama, dan dalam keadaan demikian pH air murni = 7. Semakin tinggi konsentrasi ion H+, akan semakin rendah konsentrasi ion OH- dan pH < 7. Perairan semacam ini bersifat asam. Hal sebaliknya terjadi jika konsentrasi ion OH- yang tinggi dan pH > 7, maka perairan bersifat alkalis (basa). Pada reaksi berikut:
CO2 + H2O             H2CO3           H+ + HCO3                2H+ + CO32-
Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil respirasi, reaksi bergerak ke kanan dan secara bertahap melepaskan ion H+ yang menyebabkan pH air turun. Rekasi sebaliknya terjadi dengan aktivitas fotosintesis yang membutuhkan banyak ion CO2, menyebabkan pH air naik. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) akan membunuh hewan air, karena kandungan oksigen terlarut akan berkurang. Akibatnya, konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernapasan naik, dan selera makan berkurang. Hal sebaliknya terjadi pada suasana basa (Ghufran, 2010). [9]
Hubungan derajat keasaman (pH) dengan kehidupan ikan sangat erat. Titik kematian ikan biasanya terjadi pada pH 4 (asam) dan pH 11 (basa). Sementara reproduksi atau perkembangbiakan ikan biasanya akan baik pada pH 6,5 walaupun masih tergantung  pada jenisnya. Idealnya kebanyakan ikan hias air tawar akan hidup baik pada kisaran pH 6,5-7,0 (Darti, 2002). [10]
Penyebab ikan mati pada air datergen:
1.      Detergen merupakan larutan yang bersifat basa. Pada saat dimasukkan ke dalam air, pH air akan meningkat dan dapat menyebabkan larutan buffer. Sehingga pada saat ikan berada pada air detergen, ikan tidak akan dapat beradaptasi di dalamnya
2.      Detergen mengandung senyawa pospat yang bersifat racun, senyawa pospat tersebut tidak dapat terurai di air sehingga senyawa tersebut akan menggumpal. Hal ini menyebabkan daya tahan tubuh ikan akan berkurang, padahal sebelumnya daya tahan tubuhnya masih normal
3.      Detergen memiliki berat jenis yang lebih kecil daripada air, sehingga detergen menutupi permukaan air. Karena detergen menutupi permukaan air, air tidak dapat mengikat O2 dari udara. Kadar O2 di air menjadi berkurang akibatnya ikan yang ada di air menjadi kekurangan O2 dan akhirnya mati (Brotonidjoyo, 2001). [11]
Berdasarkan hasil penelitian pada ikan nila dengan berat 5,7 gr dijadikan sebagai kontrol dengan pH 7 yaitu medium air tanpa perlakuan menunjukkan gerakan operkulum yang konstan sehingga didapatkan jumlah gerakan pada menit pertama 158, menit kedua 169, dan menit ketiga 159. Rata-rata jumlah pergerakan operculum dengan 3 kali pengulangan tersebut yaitu 128 kali per menit. Ikan nila dengan berat 5 gr pada medium asam dengan pH 1 menunjukkan gerakan operculum yang tidak konstan sehingga didapatkan jumlah gerakan pada menit pertama 101 dan menit kedua ikan sudah kolaps. Hal ini menunjukkan pergerakan operkulum yang tidak normal karena ikan nila tidak dapat hidup pada medium asam kuat. Ikan nila dengan berat 5 gr pada medium asam dengan pH 3 yaitu medium air tanpa perlakuan menunjukkan gerakan operculum yang tidak konstan sehingga didapatkan jumlah gerakan pada menit pertama 124, menit kedua 133, dan menit ketiga 128. Rata-rata jumlah pergerakan operculum dengan 3 kali pengulangan yaitu 128 kali per menit. Ikan nila dengan berat 5 gr pada medium asam dengan pH 5 yaitu medium asam lemah menunjukkan gerakan operculum yang tidak konstan sehingga didapatkan jumlah gerakan pada menit pertama 133, menit kedua 138, dan menit ketiga 137. Rata-rata jumlah pergerakan operculum dengan 3 kali pengulangan yaitu 136 kali per menit. Ikan nila dengan berat 6 gr pada medium basa dengan pH 9 yaitu medium air tanpa perlakuan menunjukkan gerakan operculum yang tidak konstan sehingga didapatkan jumlah gerakan pada menit pertama 51, menit kedua ikan telah kolaps. Ikan nila dengan berat 4,5 gr pada medium basa dengan pH 12 yaitu medium basa lemah menunjukkan gerakan operculum yang konstan sehingga didapatkan jumlah gerakan pada menit pertama 43, menit kedua ikan telah kolaps. Ikan nila dengan berat 16 gr pada medium basa dengan pH 14 yaitu mediu basa menunjukkan gerakan operculum yang konstan sehingga didapatkan jumlah gerakan pada menit pertama 38 dan menit kedua ikan mulai kolaps. Hal ini menunjukkan pergerakan operkulum yang tidak normal karena ikan nila tidak dapat hidup pada medium basa kuat.
Berdasarkan (Kardi, 2010) menyatakan bahwa medium normal ikan nila biasanya memiliki pH 7-8, jadi, penelitian ini sesuai dengan teori bahwa ikan nila tidak dapat hidup pada medium asam dan basa sebab semakin asam suatu medium air maka CO2 didalam air semakin tinggi sehingga oksigen yang digunakan untuk respirasi semakin rendah, seharusnya jumlah pergerakan operculum ikan nila semakin tinggi dan mortalitas ikan nila semakin cepat saat medium semakin asam sebab kadar oksigen terlarut semakin rendah. Dengan kadar oksigen rendah dan CO2 tinggi metabolisme dan respirasi ikan maka akan semakin terganggu sehingga ikan nila mati. Pada medium basa menyebabkan mortalitas ikan nila semakin cepat dan jumlah pergerakan opeculum semakin lambat hal ini karena oksigen terlarut terlalu banyak, namun ikan nila memiliki batas normal basa, berdasarkan dasar teori yang menyatakan bahwa pada pH 11 maka ikan nila akan mati hal ini terjadi sebab kelebihan O2 sehingga ikan nila tidak dapat menghembuskan CO2 secara normal. Kelebihan O2 juga mengganggu respirasi pada ikan nila akibatnya pergerakan operculum tidak normal. Penelitian ini sesuai dengan teori bahwa titik normal hidup ikan nila pada medium pH 7-8, dan titik kematiannya pada pH 4 dan pH 11. Serta kisaran pH yang baik untuk budidaya ikan berkisar diantara 6-9, dan pH air < dari 5.5 dapat bersifat racun (toksik).
Mortalitas ikan nila akan terhenti saat kolaps sebab ikan tidak dapat menyeimbangkan pergerakannya dalam air saat operculum tidak berfungsi dengan baik dan respirasi terganggu, sehingga pada medium asam dan basa menit kedua ikan menunjukkan pergerakan yang tidak normal karena pada medium asam dan basa respirasi mulai terganggu. Apabila ikan tidak memanfaatkan oksigen maka insangnya mengalami kerusakan yang sangat parah, proliferasi sel, hampir semua lamella melebur, nekrosis serta haermohage sering naik ke permukaan air.  Namun pada pH 7 mortalitas tetap normal sehingga tidak ada batas kolaps. Berat ikan nila juga dapat mempengaruhi respirasi sehingga jumlah pergerakan operculum pada ikan nila sedikit berbeda sesuai dengan beratnya, sebab semakin berat ikan menunjukkan umur semakin dewasa. Semakin dewasa umur ikan maka metabolisme dn respirasinya semakin cepat.
Berdasarkan analisis One Way Anova diperoleh nilai probablitas signifikan sebesar 0,00 < 0,05 maka perbedaan pengaruh pH terhadap gerakan operculum sangat signifikan. Jadi pengaruh pH terhadap jumlah pergerakan operculum sangat jauh dari distribusi normal dan homogenitas pergerakan operculum. Hal ini terjadi karena penurunan pergerakan jumlah operculum yang sangat signifikan. Karena perbandingan yang sangat signifikan maka H0 di tolak dan dilanjutkan pada analiss perbandingan ganda. Dari hasil analisis perbandingan ganda dapat diketahui hanya ada beberapa medium signifikannya lebih dari 0.05. jadi hanya beberapa pengaruh pH yang dapat di terima.
KESIMPULAN DAN SARAN
Apabila pH medium sangat rendah (dalam kondisi asam) maupun sangat tinggi (dalam kondisi basa) maka jumlah pergerakan operkulum semakin cepat. Semakin banyak jumlah pergerakan operculum mengakibatkan laju respirasi semakin cepat dan energi yang diperoleh semakin banyak namun tidak normal. Serta semakin asam dan semakin basa, kondisi medium maka tingkat mortalitas ikan nila semakin cepat.
Penelitian ini masih dilakukan secara sederhana, oleh karena itu diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh asam dan basa terhadap gerakan operkulum ikan nila secara lebih modern dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
[1]  Aliza, Dwinna. 2013. Efek Peningkatan Suhu Air Terhadap Perubahan Perilaku, Patologi Anatomi, Dan Histopatologi Insang Ikan Nila (Oreochromis Niloticus). Jurnal Medika Veterinaria. Vol. 7 (2).
[2]    www.itis.gov
[3]    Huri, E. dan Syafriadiman. 2012. Pengaruh
Konsentrasi Alk(So4)2 12h2o (Aluminium
Potassium Sulfat) Terhadap Perubahan
Bukaan Operkulum Dan Sel Jaringan Insang
Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus).
Jurnal Perikanan. Vol. 37(2): 21-36.
[4] Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
[5]    Yulia, Ratna. 2013. Sistem Pernafasan Pada
Manusia. Jurnal Pendidikan. Vol 1.
[6]    Afrianto, E dan Uviawaty, E., 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Yogyakarta: Kanisius.
[7]  Cahyono, bambang., 2001. Budi Daya Ikan di Perairan Umum. Yogyakarta: Kanisius.
[8]  Kardi,M. Ghufran H. 2010. Budi Daya Nila di Kolam Terpal. Yogyakarta: ANDI.
[9]   Ghufran, M. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar Di Kolam Terpal. Yogyakarta: Lily Publisher.
[10] Darti, L. 2002. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Jakarta: Penebar Swadaya.
[11] Brotonidjoyo, M.D. 2001. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.