Selasa, 13 Desember 2016

PENGARUH PERLAKUAN FISIK (GERAKAN DAN PERENDAMAN) TERHADAP SUHU TUBUH HEWAN HOMOIOTERMIK (GALLUS GALLUS DOMESTICUS)



PENGARUH PERLAKUAN FISIK (GERAKAN DAN PERENDAMAN) TERHADAP SUHU TUBUH HEWAN HOMOIOTERMIK (GALLUS GALLUS DOMESTICUS)
Influence Of Physical Treatment (Movement And Immersion) Against Homoiotherm Animal Body Temperature (Gallus gallus domesticus)
Siti Rosida, 140210103019, Fisiologi Hewan Kelas A
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember
Abstrak
Termoregulasi merupakan suatu proses penjagaan suhu internal hewan dalam kisaran yang dapat di toleransi. Berdasarkan kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan dibedakan menjadi dua, yaitu hewan poikiloterm dan homoioterm. Hewan poikiloterm merupakan hewan yang suhu tubuhnya berubah seiring dengan perubahan suhu lingkungan. Sedangkan homoioterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu stabil/tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Ayam merupakan hewan homoiotermik, karena secara fisiologis hewan yang termasuk dalam hewan homoioterm akan berhasil bertahan meskipun terjadi perbedaan temperatur di dalam maupun di luar tubuh. Sebagai  hewan  homoioterm,  ayam  akan  berusaha untuk  mengembalikan  temperatur tubuhnya ke temperatur normal agar tetap stabil, karena semua reaksi biokimiawi yang terjadi di dalam tubuh ayam akan optimal pada temperatur yang stabil atau konstan. Penggunaan ayam dengan umur yang berbeda dikarenakan pada masing-masing periode pertumbuhan, temperatur tubuh ayam berbeda-beda, karena temperatur tubuh tidak mungkin menunjukkan suatu derajat panas yang sama atau tetap pada setiap pertumbuhan.
Kata kunci : homoioterm, poikiloterm, temperatur, termoregulasi
Abstract
Thermoregulation is a process to secure the internal temperature in the range of animals that can be tolerated. Based on the ability to maintain body temperature, animals are divided into two, namely poikilotherm and homoiotherm animals. Poikilotherm animal is an animal whose body temperature changes with environmental temperature. While warm-blooded animals whose body heat is always stable/not affected by changes in ambient temperature. Chickens are animals homoiotherm because physiologically animals included in the warm-blooded animal will be managed to survive despite the difference in temperature inside and outside the body. As a warm-blooded animal, the chicken will attempt to restore body temperature to normal temperature to remain stable, because all biochemical reactions that occur in the body of the chicken will be optimal at temperatures steady or constant. The use of chicken with different age because in each period of growth, the temperature of the chicken's body is different, because the body temperature may not indicate a degree of heat equal to or remain on any growth.
Keywords: homoiotherm, poikilotherm, temperature, thermoregulation
 

PENDAHULUAN
Hewan merupakan makhluk hidup yang memerlukan suhu tertentu di dalam kehidupannya. Ada beberapa hewan yang suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungan, namun ada pula hewan yang suhu tubuhnya stabil atau tidak dipengaruhi oleh lingkungan (memiliki homeostasis). Karena adanya suatu perbedaan pada suhu tubuh hewan, maka praktikum ini dilakukan dengan tujuan yaitu untuk mengetahui pengaruh beberapa faktor terhadap suhu tubuh hewan homoiotermik.
METODE PENELITIAN
Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember pada tanggal 21 Oktober 2016. Alat yang dibutuhkan pada praktikum kali ini yaitu termometer air raksa, timbangan, ember, dan tali rafia. Sedangkan bahan yang digunkan yaitu ayam (Gallus gallus domesticus) dengan umur anak-anak (jantan dan betina), remaja (jantan dan betina), pemuda dan pemudi, jago dan babon.
Percobaan pertama yang dilakukan yaitu mengamati pengaruh gerakan terhadap suhu tubuh ayam. Langkah pertama yang dilakukan yaitu mengukur suhu tubuh ayam sebelum dilakukan perlakuan, yaitu dengan cara menyiapkan beberapa ayam jantan dan betina yang dewasa dan anak-anak, menyiapkan termometer suhu badan dan menurunkan air raksa termometer. Lalu memasukkan termometer ke kloaka ayam selama beberapa saat. Kemudian mengamati dan mencatat suhu yang terukur ke dalam tabel. Selanjutnya mengusahakan agar ayam tersebut lari beterbangan selama 10 menit, lalu menurunkan kembali air raksa termometer dan memasukkan ke dalam kloaka ayam selama beberapa saat. Kemudian mengamati dan mencatat suhu yang terukur ke dalam tabel dan melakukan pengulangan sebanyak 3 kali pengulangan.
Percobaan kedua yaitu mengamati pengaruh perendaman terhadap suhu tubuh ayam. Langkah pertama yang dilakukan yaitu mengukur suhu tubuh ayam sebelum dilakukan perlakuan, yaitu dengan cara menyiapkan beberapa ayam jantan dan betina yang dewasa dan anak-anak, menyiapkan termometer suhu badan dan menurunkan air raksa termometer. Lalu memasukkan termometer ke kloaka ayam selama beberapa saat. Kemudian mengamati dan mencatat suhu yang terukur ke dalam tabel. Kemudian merendam ayam ke dalam air selama 5 menit, lalu menurunkan kembali air raksa termometer dan memasukkan ke dalam kloaka ayam selama beberapa saat. Kemudian mengamati dan mencatat suhu yang terukur ke dalam tabel dan melakukan pengulangan sebanyak 3 kali pengulangan.
HASIL PENEITIAN
A.     Pengaruh Gerakan terhadap Suhu Tubuh Ayam
Kelompok
Jenis
Kelamin
Berat Badan
Umur
1
Betina
83.9 gr
Anak-anak

Jantan
202.3 gr
Anak-anak
2
Jantan
0.3 ons
Remaja
3
Betina
2.5 kg
Remaja
4
Jantan
1.5 kg
Pemuda
5
Betina
0.75 kg
Pemudi
6
Betina
2 kg
Dewasa
7
Jantan
2 kg
Dewasa

Suhu tubuh ayam menit ke-
awal
5 menit
10 menit
15 menit
41.5°C
40.5°C
40.5°C
40.9°C
39°C
41.2°C
40.5°C
41°C
41°C
41°C
40°C
40°C
41.5°C
41.7°C
41.9°C
42°C
39.7°C
40°C
40.5°C
42°C
42°C
41.5°C
41.5°C
41.6°C
42°C
41.5°C
41.8°C
42°C
40.6°C
41.9°C
39.4°C
41.4°C

B.     Pengaruh Perendaman terhadap Suhu Tubuh Ayam
Kelompok
Jenis
Kelamin
Berat Badan
Umur
1
Betina
83.9 gr
Anak-anak

Jantan
202.3 gr
Anak-anak
2
Jantan
0.3 ons
Remaja
3
Betina
2.5 kg
Remaja
4
Jantan
1.5 kg
Pemuda
5
Betina
0.75 kg
Pemudi
6
Betina
2 kg
Dewasa
7
Jantan
2 kg
Dewasa

Suhu tubuh ayam menit ke-
awal
5 menit
10 menit
15 menit
41.3°C
35°C
34.5°C
34°C
41°C
36°C
35°C
35°C
40°C
36°C
36.4°C
36.5°C
41°C
36.5°C
35.1°C
35°C
39.4°C
34°C
34°C
34°C
42°C
38.8°C
37.9°C
36.9°C
42°C
36.2°C
36.3°C
35.9°C
40°C
36.4°C
36.2°C
36.1°C

PEMBAHASAN
Termoregulasi merupakan proses penjagaan suhu internal atau dalam tubuh hewan dalam kisaran yang dapat ditoleransi. Termoregulasi ini sangat penting bagi kesintasan karena sebagian besar proses biokomiawi dan fisiologis sangat sensitif terhadap perubahan suhu tubuh. Karena setiap penurunan suhu sebesar 10°C, laju reaksi yang diperantarai oleh enzim akan menurun dua sampai tiga kali lipat. Sedangkan apabila terjadi peningkatan suhu, maka akan mempercepat reaksi-reaksi namun dapat menyebabkan beberapa protein menjadi kurang aktif. Setiap hewan memiliki kisaran suhu optimal. Dengan adanya termoregulasi maka akan membantu menjaga suhu tubuh di dalam kisaran optimal tersebut, sehingga sel-sel dapat berfungsi secara efektif meskipun suhu ekternal mengalami fluktuasi (Campbell, 2010: 15). [1]
Pengaruh termoregulasi sangatlah banyak bagi hewan, suhu sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup. Suhu tubuh yang konstan (tidak banyak berubah) sangat dibutuhkan oleh hewan, karena reaksi enzimatis, Peningkatan suhu dapat meningkatkan laju reaksi metabolisme (perubahan suhu berpengaruh terhadap  energi kinetik molekul zat), Aktivitas metablisme bergantung pada kemampuan untuk mempertahankan suhu yang sesuai pada tubuhnya. Suhu sel yang mengalami metabolisme akan lebih tinggi dari pada suhu mediumnya, karena oksidasi dan glikolisis membebaskan panas.  Suhu tubuh hewan tergantung pada keseimbangan antara cara yang cenderung menambah panas dan cara yang cenderung mengurangi panas (Soewolo, 2000). [2]
Berdasarkan kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan dibedakan menjadi dua, yaitu poikiloterm dan homoioterm. Hewan poikiloterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya berubah seiring dengan perubahan suhu lingkungan. Sedangkan homoioterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan/tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Menurut konsep kuno, poikiloterm disebut dengan hewan berdarah dingin, sedangkan homoioterm disebut dengan hewan berdarah panas. Hewan poikiloterm juga dapat disebut hewan ektoterm karena suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternal. Sedangkan homoioterm dapat disebut endoterm karena suhu tubuhnya diatur oleh produksi panas dalam tubuh hewan itu sendiri (Isnaeni, 2006). [3]
Ayam merupakan hewan homoioterm, secara fisiologis hewan yang termasuk dalam hewan homoioterm akan berhasil bertahan meskipun terjadi perbedaan temperatur di dalam maupun di permukaan tubuh. Sebagai respon terhadap perbedaan temperatur permukaan dengan temperatur di dalam tubuh, maka akan terjadi penurunan konsumsi makanan, performa yang sub-optimal, berkurangnya aktivitas, mencari teduhan, bertambahnya laju respirasi, dan beberapa tingkah laku lain. Hal tersebut disebut dengan homeostasis. Lingkungan eksternal dapat mempengaruhi lingkungan internal tubuh ayam tersebut, maka apabila temperatur udara meningkat, temperatur tubuh juga akan sedikit meningkat. Namun sebagai  hewan  homoioterm,  ayam  akan  berusaha untuk  mengembalikan  temperatur tubuhnya ke temperatur normal agar tetap stabil, karena semua reaksi biokimiawi di dalam tubuh akan optimal pada temperatur yang stabil. Kemampuan untuk  mempertahankan   temperatur   tubuh agar tetap stabil merupakan kegiatan yang sangat  mempengaruhi  reaksi  biokimiawi  dan  proses  fisiologis, dalam  kaitannya  dengan  metabolisme  tubuh  ayam. Kegiatan  ini  akan  mempengaruhi perubahan yang terjadi pada temperatur tubuh ayam. Pada masing-masing periode pertumbuhan, temperatur tubuh ayam berbeda-beda, karena temperatur tubuh tidak mungkin menunjukkan suatu derajat panas yang tetap (Rosita, 2015). [4]
Suhu tubuh normal pada unggas berkisar antara 40,5°C - 41°C. Untuk dapat mempertahankan suhu tubuh ini,  ayam yang berumur tiga minggu harus dipelihara pada lingkungan dengan suhu berkisar antara 20-25oC dan kelembaban relatif sekitar 50-70% dan 26-27oC untuk ayam   dewasa. Bila pemeliharaan dilakukan di atas kisaran suhu nyaman, ayam akan menderita stres karena kesulitan membuang suhu tubuhnya ke lingkungan. Pembuangan panas dari dalam tubuh unggas dilakukan melalui dua cara, yaitu secara sensible heat loss dan insensible heat. Sensible heat loss merupakan hilangnya panas tubuh melalui proses radiasi, konduksi dan konveksi, sedangkan secara insensible heat loss adalah hilangnya panas tubuh melalui proses panting. Pada suhu pemeliharaan 23oC, 75% panas tubuh dibuang secara sensible, selebihnya (25%) dikeluarkan    secara insensible, akan tetapi sebaliknya bila suhu lingkungan meningkat sampai 35oC sebanyak 75% panas tubuh dibuang melalui proses insensible dan sisanya sebanyak 25% dibuang secara sensible (Tamzil, 2014). [5]
Dari data hasil pengamatan yang diperoleh, terdapat perbedaan suhu tubuh awal hewan coba karena umur hewan coba yang digunakan juga bervariasi yaitu mulai dari anak-anak, remaja, pemuda-pemudi, hingga dewasa (jago dan babon). Hal ini sesuai dengan teori yang di ungkapkan oleh Rosita (2015) yaitu pada masing-masing periode pertumbuhan, temperatur tubuh ayam berbeda-beda, karena temperatur tubuh tidak mungkin menunjukkan suatu derajat panas yang tetap. Dari hasil pengamatan tersebut pada perlakuan gerakan, rata-rata perubahan suhu tubuh ayam pada tiap kelompok yaitu sekitar 0.5°C – 2°C. Sedangkan pada perlakuan perendaman, rata-rata perubahan suhu tubuh ayam yaitu 4°C - 5°C. Akan tetapi pada perlakuan perendaman terdapat respon dari ayam tersebut setelah dilakukan perlakuan, yaitu ayam menjadi menggigil dan menjadi diam. Hal ini sesuai dengan teori menurut Soewolo (2000), yaitu menggigil berarti menggunakan kontraksi otot untuk membebaskan panas, yang berfungsi sebagai respon terhadap penurunan suhu, maka sistem syaraf akan di aktifkan dan akan mengaktifkan pula unit-unit motor kelompok otot rangka antagonistik, sehingga terjadi gerakan menggigil yang menghasilkan panas. Aktivitas otot inilah mengakibatkan ATP dihidrolisis untuk menghasilkan energi kimia yang di bebaskan selama kontraksi dalam wujud panas.
 Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan suhu yang tidak terlalu signifikan pada hewan coba, artinya perubahan suhu yang terjadi masih dapat ditoleransi oleh hewan coba tersebut.
Hasil yang di dapatkan tersebut sesuai dengan teori, yaitu ayam merupakan hewan homoiotermik yang cenderung akan mempertahankan suhu tubuhnya pada kondisi normal. Melalui mekanisme termoregulasi, hipothalamus akan menghambat pembentukan TRH (thyroid releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon) sehingga hormon-hormon tiroid tidak akan banyak dihasilkan. Hal tersebut dapat menyebabkan metabolisme menurun dan berdampak pada penurunan produksi panas (Imelda, 2011). [6]
Jadi perlakuan gerakan dan perendaman yang dilakukan pada pengamatan ini dapat dianggap tidak berpengaruh terhadap suhu tubuh ayam.
KESIMPULAN DAN SARAN
Perlakuan gerakan dan perendaman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap suhu tubuh ayam, karena rentang perubahan suhu yang terjadi masih dapat ditoleransi oleh ayam tersebut. Karena ayam merupakan hewan homoiotermik, yaitu hewan yang suhu tubuhnya tidak dipengaruhi oleh lingkungan eksternal.
Pada praktikum ini mengalami kekurangan pada percobaan perlakuan pergerakan, yaitu praktikan harus berlari-lari untuk membuat hewan coba lari beterbangan dan hal tersebut menguras energi dari praktikan. Oleh karena itu untuk praktikum selanjutnya diharapkan ada inovasi baru yang dapat dilakukan untuk membuat hewan coba lari beterbangan tanpa praktikan harus mengejar hewan coba tersebut untuk melakukan pergerakan seperti yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
[1]  Campbell, Neil A, dkk. 2010. Biologi Edisi   
       kedelapan Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
[2]  Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. 
       Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
[3]  Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta:
       Kanisius.
[4]  Rosita, Atieq. 2011. Status Hematologis (Eritrosit,
       Hematokrit, dan Hemoglobin) Ayam Petelur Fase
       Layer Pada Temperature Humidity Index yang
       Berbeda. Jurnal Peternakan. Vol 1: Hal 2.
[5]  Tamzil, Mohammad, Hasil. 2014. Stres Panas pada
       Unggas: Metabolisme, Akibat dan Upaya
       Penanggulangannya.Jurnal Wartazoa.Vol 24:
       Halaman 58.
[6]  Imelda, Rosaliya. 2011. Respon Fisiologis Ayam
       Petelur Fase Grower Pada Kepadatan Kandang
       Yang Berbeda. Jurnal Agriculture. Vol 1: Halaman
       129.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar