PENGARUH
PERLAKUAN FISIK (GERAKAN DAN PERENDAMAN) TERHADAP SUHU TUBUH HEWAN HOMOIOTERMIK
(GALLUS GALLUS DOMESTICUS)
Influence Of Physical Treatment (Movement And Immersion) Against Homoiotherm Animal Body Temperature (Gallus gallus domesticus)
Siti Rosida, 140210103019, Fisiologi Hewan Kelas A
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember
Abstrak
Termoregulasi
merupakan suatu proses penjagaan suhu internal hewan dalam kisaran yang dapat di
toleransi. Berdasarkan kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan
dibedakan menjadi dua, yaitu hewan poikiloterm dan homoioterm. Hewan
poikiloterm merupakan hewan yang suhu tubuhnya berubah seiring dengan perubahan
suhu lingkungan. Sedangkan homoioterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu
stabil/tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Ayam merupakan hewan
homoiotermik, karena secara fisiologis hewan yang termasuk dalam hewan
homoioterm akan berhasil bertahan meskipun terjadi perbedaan temperatur di dalam maupun di luar tubuh. Sebagai
hewan
homoioterm, ayam akan
berusaha untuk
mengembalikan
temperatur tubuhnya ke temperatur normal
agar tetap stabil, karena semua reaksi biokimiawi yang
terjadi di dalam tubuh ayam akan optimal pada temperatur
yang stabil atau konstan.
Penggunaan ayam dengan umur yang berbeda dikarenakan pada masing-masing
periode pertumbuhan, temperatur tubuh
ayam berbeda-beda, karena temperatur tubuh tidak
mungkin menunjukkan suatu derajat panas yang sama
atau tetap pada setiap pertumbuhan.
Kata kunci : homoioterm, poikiloterm,
temperatur, termoregulasi
Abstract
Thermoregulation is a process to secure the internal temperature in the range of animals that can be tolerated. Based on the ability to maintain body temperature, animals are divided into two, namely poikilotherm and homoiotherm animals. Poikilotherm animal is an animal whose body temperature changes with environmental temperature. While warm-blooded animals whose body heat is always stable/not affected by changes in ambient temperature. Chickens are animals homoiotherm because physiologically animals included in the warm-blooded animal will be managed to survive despite the difference in temperature inside and outside the body. As a warm-blooded animal, the chicken will attempt to restore body temperature to normal temperature to remain stable, because all biochemical reactions that occur in the body of the chicken will be optimal at temperatures steady or constant. The use of chicken with different age because in each period of growth, the temperature of the chicken's body is different, because the body temperature may not indicate a degree of heat equal to or remain on any growth.
Keywords: homoiotherm, poikilotherm, temperature, thermoregulation
PENDAHULUAN
Hewan merupakan makhluk
hidup yang memerlukan suhu tertentu di dalam kehidupannya. Ada beberapa hewan
yang suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungan, namun ada pula hewan yang suhu
tubuhnya stabil atau tidak dipengaruhi oleh lingkungan (memiliki homeostasis).
Karena adanya suatu perbedaan pada suhu tubuh hewan, maka praktikum ini
dilakukan dengan tujuan yaitu untuk mengetahui pengaruh beberapa faktor
terhadap suhu tubuh hewan homoiotermik.
METODE
PENELITIAN
Praktikum ini
dilaksanakan di laboratorium Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Jember pada tanggal 21 Oktober 2016. Alat yang
dibutuhkan pada praktikum kali ini yaitu termometer air raksa, timbangan,
ember, dan tali rafia. Sedangkan bahan yang digunkan yaitu ayam (Gallus gallus domesticus) dengan umur
anak-anak (jantan dan betina), remaja (jantan dan betina), pemuda dan pemudi,
jago dan babon.
Percobaan pertama yang
dilakukan yaitu mengamati pengaruh gerakan terhadap suhu tubuh ayam. Langkah
pertama yang dilakukan yaitu mengukur suhu tubuh ayam sebelum dilakukan
perlakuan, yaitu dengan cara menyiapkan beberapa ayam jantan dan betina yang
dewasa dan anak-anak, menyiapkan termometer suhu badan dan menurunkan air raksa
termometer. Lalu memasukkan termometer ke kloaka ayam selama beberapa saat.
Kemudian mengamati dan mencatat suhu yang terukur ke dalam tabel. Selanjutnya
mengusahakan agar ayam tersebut lari beterbangan selama 10 menit, lalu
menurunkan kembali air raksa termometer dan memasukkan ke dalam kloaka ayam
selama beberapa saat. Kemudian mengamati dan mencatat suhu yang terukur ke
dalam tabel dan melakukan pengulangan sebanyak 3 kali pengulangan.
Percobaan kedua yaitu
mengamati pengaruh perendaman terhadap suhu tubuh ayam. Langkah pertama yang
dilakukan yaitu mengukur suhu tubuh ayam sebelum dilakukan perlakuan, yaitu
dengan cara menyiapkan beberapa ayam jantan dan betina yang dewasa dan
anak-anak, menyiapkan termometer suhu badan dan menurunkan air raksa
termometer. Lalu memasukkan termometer ke kloaka ayam selama beberapa saat.
Kemudian mengamati dan mencatat suhu yang terukur ke dalam tabel. Kemudian
merendam ayam ke dalam air selama 5 menit, lalu menurunkan kembali air raksa
termometer dan memasukkan ke dalam kloaka ayam selama beberapa saat. Kemudian
mengamati dan mencatat suhu yang terukur ke dalam tabel dan melakukan
pengulangan sebanyak 3 kali pengulangan.
HASIL PENEITIAN
A.
Pengaruh
Gerakan terhadap Suhu Tubuh Ayam
Kelompok
|
Jenis
Kelamin
|
Berat Badan
|
Umur
|
1
|
Betina
|
83.9 gr
|
Anak-anak
|
|
Jantan
|
202.3 gr
|
Anak-anak
|
2
|
Jantan
|
0.3 ons
|
Remaja
|
3
|
Betina
|
2.5 kg
|
Remaja
|
4
|
Jantan
|
1.5 kg
|
Pemuda
|
5
|
Betina
|
0.75 kg
|
Pemudi
|
6
|
Betina
|
2 kg
|
Dewasa
|
7
|
Jantan
|
2 kg
|
Dewasa
|
Suhu tubuh ayam menit ke-
|
|||
awal
|
5 menit
|
10 menit
|
15 menit
|
41.5°C
|
40.5°C
|
40.5°C
|
40.9°C
|
39°C
|
41.2°C
|
40.5°C
|
41°C
|
41°C
|
41°C
|
40°C
|
40°C
|
41.5°C
|
41.7°C
|
41.9°C
|
42°C
|
39.7°C
|
40°C
|
40.5°C
|
42°C
|
42°C
|
41.5°C
|
41.5°C
|
41.6°C
|
42°C
|
41.5°C
|
41.8°C
|
42°C
|
40.6°C
|
41.9°C
|
39.4°C
|
41.4°C
|
B.
Pengaruh
Perendaman terhadap Suhu Tubuh Ayam
Kelompok
|
Jenis
Kelamin
|
Berat Badan
|
Umur
|
1
|
Betina
|
83.9 gr
|
Anak-anak
|
|
Jantan
|
202.3 gr
|
Anak-anak
|
2
|
Jantan
|
0.3 ons
|
Remaja
|
3
|
Betina
|
2.5 kg
|
Remaja
|
4
|
Jantan
|
1.5 kg
|
Pemuda
|
5
|
Betina
|
0.75 kg
|
Pemudi
|
6
|
Betina
|
2 kg
|
Dewasa
|
7
|
Jantan
|
2 kg
|
Dewasa
|
Suhu tubuh ayam menit ke-
|
|||
awal
|
5 menit
|
10 menit
|
15 menit
|
41.3°C
|
35°C
|
34.5°C
|
34°C
|
41°C
|
36°C
|
35°C
|
35°C
|
40°C
|
36°C
|
36.4°C
|
36.5°C
|
41°C
|
36.5°C
|
35.1°C
|
35°C
|
39.4°C
|
34°C
|
34°C
|
34°C
|
42°C
|
38.8°C
|
37.9°C
|
36.9°C
|
42°C
|
36.2°C
|
36.3°C
|
35.9°C
|
40°C
|
36.4°C
|
36.2°C
|
36.1°C
|
PEMBAHASAN
Termoregulasi merupakan
proses penjagaan suhu internal atau dalam tubuh hewan dalam kisaran yang dapat
ditoleransi. Termoregulasi ini sangat penting bagi kesintasan karena sebagian
besar proses biokomiawi dan fisiologis sangat sensitif terhadap perubahan suhu
tubuh. Karena setiap penurunan suhu sebesar 10°C, laju reaksi yang diperantarai
oleh enzim akan menurun dua sampai tiga kali lipat. Sedangkan apabila terjadi
peningkatan suhu, maka akan mempercepat reaksi-reaksi namun dapat menyebabkan
beberapa protein menjadi kurang aktif. Setiap hewan memiliki kisaran suhu
optimal. Dengan adanya termoregulasi maka akan membantu menjaga suhu tubuh di
dalam kisaran optimal tersebut, sehingga sel-sel dapat berfungsi secara efektif
meskipun suhu ekternal mengalami fluktuasi (Campbell, 2010: 15). [1]
Pengaruh termoregulasi
sangatlah banyak bagi hewan, suhu sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup.
Suhu tubuh yang konstan (tidak banyak berubah) sangat dibutuhkan oleh hewan,
karena reaksi enzimatis, Peningkatan suhu dapat meningkatkan laju reaksi
metabolisme (perubahan suhu berpengaruh terhadap energi kinetik molekul zat), Aktivitas
metablisme bergantung pada kemampuan untuk mempertahankan suhu yang sesuai pada
tubuhnya. Suhu sel yang mengalami metabolisme akan lebih tinggi dari pada suhu
mediumnya, karena oksidasi dan glikolisis membebaskan panas. Suhu tubuh hewan tergantung pada keseimbangan
antara cara yang cenderung menambah panas dan cara yang cenderung mengurangi
panas (Soewolo, 2000). [2]
Berdasarkan kemampuan
untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan dibedakan menjadi dua, yaitu poikiloterm
dan homoioterm. Hewan poikiloterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya berubah
seiring dengan perubahan suhu lingkungan. Sedangkan homoioterm yaitu hewan yang
suhu tubuhnya selalu konstan/tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.
Menurut konsep kuno, poikiloterm disebut dengan hewan berdarah dingin,
sedangkan homoioterm disebut dengan hewan berdarah panas. Hewan poikiloterm
juga dapat disebut hewan ektoterm karena suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu
lingkungan eksternal. Sedangkan homoioterm dapat disebut endoterm karena suhu
tubuhnya diatur oleh produksi panas dalam tubuh hewan itu sendiri (Isnaeni,
2006). [3]
Ayam merupakan hewan homoioterm,
secara fisiologis hewan yang termasuk dalam hewan homoioterm akan berhasil
bertahan meskipun terjadi perbedaan temperatur di dalam maupun di permukaan tubuh. Sebagai respon terhadap perbedaan temperatur permukaan dengan temperatur di dalam
tubuh, maka akan terjadi
penurunan konsumsi makanan, performa
yang sub-optimal,
berkurangnya aktivitas, mencari teduhan,
bertambahnya laju
respirasi, dan beberapa tingkah laku lain. Hal
tersebut disebut dengan homeostasis. Lingkungan
eksternal dapat mempengaruhi lingkungan internal tubuh ayam tersebut, maka apabila
temperatur udara meningkat, temperatur tubuh juga akan sedikit meningkat. Namun sebagai hewan homoioterm,
ayam akan berusaha
untuk mengembalikan temperatur
tubuhnya ke temperatur normal
agar tetap stabil, karena semua reaksi biokimiawi di dalam
tubuh akan optimal
pada temperatur
yang stabil. Kemampuan untuk mempertahankan temperatur
tubuh
agar tetap stabil merupakan kegiatan yang sangat
mempengaruhi
reaksi
biokimiawi dan
proses fisiologis,
dalam kaitannya dengan
metabolisme
tubuh ayam.
Kegiatan
ini
akan
mempengaruhi
perubahan yang
terjadi pada temperatur tubuh ayam. Pada masing-masing periode
pertumbuhan, temperatur tubuh
ayam berbeda-beda, karena temperatur tubuh tidak
mungkin menunjukkan suatu derajat panas yang tetap (Rosita, 2015). [4]
Suhu tubuh normal pada unggas
berkisar
antara 40,5°C - 41°C. Untuk dapat
mempertahankan suhu tubuh ini, ayam yang
berumur tiga minggu harus dipelihara pada lingkungan dengan suhu berkisar antara 20-25oC dan kelembaban relatif sekitar 50-70% dan 26-27oC untuk ayam dewasa. Bila pemeliharaan
dilakukan di atas kisaran suhu nyaman, ayam akan menderita stres karena kesulitan membuang suhu tubuhnya ke lingkungan.
Pembuangan panas dari dalam tubuh
unggas dilakukan melalui dua cara, yaitu secara sensible heat loss dan insensible heat.
Sensible heat loss merupakan hilangnya panas tubuh melalui
proses radiasi, konduksi dan konveksi,
sedangkan
secara insensible heat loss adalah hilangnya
panas tubuh melalui
proses panting. Pada suhu
pemeliharaan
23oC, 75% panas tubuh dibuang secara
sensible,
selebihnya (25%)
dikeluarkan secara insensible, akan tetapi sebaliknya bila suhu lingkungan meningkat
sampai 35oC sebanyak
75%
panas tubuh dibuang melalui proses insensible dan sisanya sebanyak 25%
dibuang secara sensible (Tamzil, 2014). [5]
Dari data hasil pengamatan yang diperoleh, terdapat perbedaan suhu
tubuh awal hewan coba karena umur hewan coba yang digunakan juga bervariasi
yaitu mulai dari anak-anak, remaja, pemuda-pemudi, hingga dewasa (jago dan
babon). Hal ini sesuai dengan teori yang di ungkapkan oleh Rosita (2015) yaitu pada masing-masing
periode pertumbuhan, temperatur tubuh
ayam berbeda-beda, karena temperatur tubuh tidak
mungkin menunjukkan suatu derajat panas yang tetap. Dari hasil pengamatan
tersebut pada perlakuan gerakan, rata-rata perubahan suhu tubuh ayam pada tiap
kelompok yaitu sekitar 0.5°C – 2°C. Sedangkan pada perlakuan
perendaman, rata-rata perubahan suhu tubuh ayam yaitu 4°C - 5°C. Akan
tetapi pada perlakuan perendaman terdapat respon dari ayam tersebut setelah
dilakukan perlakuan, yaitu ayam menjadi menggigil dan menjadi diam. Hal ini
sesuai dengan teori menurut Soewolo (2000), yaitu menggigil berarti menggunakan
kontraksi otot untuk membebaskan panas, yang berfungsi sebagai respon terhadap
penurunan suhu, maka sistem syaraf akan di aktifkan dan akan mengaktifkan pula unit-unit
motor kelompok otot rangka antagonistik, sehingga terjadi gerakan menggigil
yang menghasilkan panas. Aktivitas otot inilah mengakibatkan ATP dihidrolisis untuk
menghasilkan energi kimia yang di bebaskan selama kontraksi dalam wujud panas.
Hasil ini menunjukkan bahwa
terdapat perubahan suhu yang tidak terlalu signifikan pada hewan coba, artinya
perubahan suhu yang terjadi masih dapat ditoleransi oleh hewan coba tersebut.
Hasil yang di dapatkan tersebut sesuai dengan teori, yaitu ayam
merupakan hewan homoiotermik yang cenderung akan mempertahankan suhu tubuhnya
pada kondisi normal. Melalui mekanisme termoregulasi, hipothalamus akan
menghambat pembentukan TRH (thyroid
releasing hormon) dan TSH (thyroid
stimulating hormon) sehingga hormon-hormon tiroid tidak akan banyak
dihasilkan. Hal tersebut dapat menyebabkan metabolisme menurun dan berdampak
pada penurunan produksi panas (Imelda, 2011). [6]
Jadi perlakuan gerakan dan perendaman yang dilakukan pada
pengamatan ini dapat dianggap tidak berpengaruh terhadap suhu tubuh ayam.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Perlakuan gerakan dan
perendaman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap suhu tubuh ayam, karena
rentang perubahan suhu yang terjadi masih dapat ditoleransi oleh ayam tersebut.
Karena ayam merupakan hewan homoiotermik, yaitu hewan yang suhu tubuhnya tidak
dipengaruhi oleh lingkungan eksternal.
Pada praktikum ini
mengalami kekurangan pada percobaan perlakuan pergerakan, yaitu praktikan harus
berlari-lari untuk membuat hewan coba lari beterbangan dan hal tersebut
menguras energi dari praktikan. Oleh karena itu untuk praktikum selanjutnya
diharapkan ada inovasi baru yang dapat dilakukan untuk membuat hewan coba lari
beterbangan tanpa praktikan harus mengejar hewan coba tersebut untuk melakukan
pergerakan seperti yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Campbell, Neil A, dkk. 2010. Biologi Edisi
kedelapan Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
[2] Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi
Hewan.
Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
[3] Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi
Hewan. Yogyakarta:
Kanisius.
[4] Rosita, Atieq. 2011. Status Hematologis (Eritrosit,
Hematokrit, dan Hemoglobin) Ayam Petelur
Fase
Layer Pada Temperature Humidity Index
yang
Berbeda. Jurnal
Peternakan. Vol 1: Hal 2.
[5] Tamzil,
Mohammad, Hasil. 2014. Stres Panas pada
Unggas:
Metabolisme, Akibat dan Upaya
Penanggulangannya.Jurnal Wartazoa.Vol 24:
Halaman 58.
[6] Imelda, Rosaliya. 2011. Respon Fisiologis Ayam
Petelur Fase Grower Pada Kepadatan
Kandang
Yang Berbeda. Jurnal Agriculture. Vol 1: Halaman
129.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar