Selasa, 13 Desember 2016

Pematahan Dormansi Biji






LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
 “Pematahan Dormansi Biji”















Oleh :
                                    Nama                          : Siti Rosida
                                    NIM                            : 140210103019
                                    Kelas/Kelompok         : A/1











PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
      I.          Judul
Pematahan Dormansi Biji
    II.          Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi.
  III.          Dasar Teori
Ketika tumbuhan berada dalam kondisi yang menguntungkan, tumbuhan tersebut akan melakukan penundaan terjadinya pertumbuhan dengan beristirahat dan akan melanjutkan pertumbuhannya jika kondisi lingkungan mendukung dan memungkinkan. Biji mengalami masa dormansi dikarenakan beberapa penyebab, antaralain: impermeabilitas kulit biji terhadap air dan gas, belum matangnya embrio, tingkat ketahanan kulit biji terhadap gaya mekanik, kandungan zat penghambat dan jaringan yang terdapat di dalam biji, kebutuhan khusus terhadap penyinaran matahari dan kebutuhan pada suhu dingin (Utama, 2005: 142).
Hormon yang berperan dalam dormansi biji adalah hormon asam absisat (ABA). Hormon ini dihasilkan pada tunas terminal dan berperan dalam memperlambat pertumbuhan dan mengarahkan bagian primordia daun untuk mengalami perkembangan menjadi sisik yang nantinya berfungsi untuk melindungi tunas yang mengalami dormansi pada musim dingin. Hormon asam absisat juga berperan dalam menghambat pembelahan sel pada kambium pembuluh. Biji akan melakukan perkecambahan ketika asam absisat dihambat dengan cara membuatnya tidak aktif. Biji memerlukan cahaya atau stimulus lain untuk memicu perombakan asam absisat. Untuk mematahkan dormansi biji dapat juga dilakukan dengan meningkatkan hormon giberelin, sehingga rasio asam absisat terhadap giberelin dapat menentukan apakah biji tersebut akan tetap dorman atau mengalami perkecambahan (Campbell, 2000: 386).
Untuk mempercepat proses pemecahan dormansi pada tipe benih berkulit tebal dan keras harus dilakukan beberapa cara salah satunya dengan cara merendam benih dalam larutan kimia seperti asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), dan hidrogen peroksida (H2O2). Larutan asam kuat seperti H2SO4 sering digunakan dengan konsentrasi yang bervariasi sampai pekat tergantung jenis benih yang diperlakukan. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan dua hal yaitu kulit biji atau pericarp yang bisa diretakkan untuk memungkinkan imbibisi serta larutan asam tidak mengenai embrio yang menyebabkan benih rusak total (Satya, 2015: 1376).
Bila penyebab terjadinya dormansi adalah embrio benih disebut dormansi fisiologi, sedangkan bila penyebabnya kulit benih disebut dormansi fisik. Penyebab dormansi fisik dan dormansi fisiologi dapat dijumpai pada berbagai spesies, tetapi ada spesies yang mempunyai dormansi ganda. Dari semua perlakuan pematahan dormansi secara fisik yang dicoba ternyata skarifikasi (dengan kertas amplas) adalah cara yang cocok untuk mematahkan dormansi benih aren, sebab mampu mempercepat proses perkecambahan (43 hari setelah ditanam) dan mempunyai daya berkecambah yang tinggi yaitu 79,41 % (Hartawan, 2016).
Umumnya perlakuan pematahan dormansi diberikan secara fisik, seperti skarifikasi mekanik dan kimiawi. Skarifikasi mekanik meliputi pengamplasan, pengikiran, pemotongan dan penusukan bagian tertentu pada benih. Kimiawi biasanya dilakukan dengan menggunakan air panas dan bahan-bahan kimia seperti asam kuat (H2SO4 dan HCl), alkohol dan H2O2 yang bertujuan untuk merusak atau melunakkan kulit benih (Kartika, 2015: 49).
Benih asam jawa merupakan benih ortodok, sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Benih ortodok dapat dikeringkan sampai kadar air rendah 5-10 % dan dapat di simpan pada suhu serta kelembaban penyimpanan yang rendah tanpa menyebabkan penu-runan viabilitas. Umumnya benih ortodok mengalami masa dormansi, yaitu masa dimana benih tidak dapat berkecambah dengan segera meskipun berada pada ling-kungan yang sesuai bagi perkecambahannya. Dorman pada benih asam jawa merupakan dormansi fisik. Kulit benih yang impermeabel menjadikan benih sulit untuk dimasuki oleh air saat proses imbibisi. Oleh karena itu, benih asam jawa memerlukan perlakuan untuk mematahkan dormansinya. Perendaman H2SO4, KNO3, dan asam giberelin merupakan perlakuan kimia yang dapat mematahkan dormansi benih. Kulit benih yang keras bersifat impermeabel terhadap air dan udara sehingga menghalangi proses perkecambahan benih (Astari, 2014: 805).
Perkecambahan merupakan suatu proses saat biji tumbuh dan berkembang. Faktor yang sapat mempengaruhi perkecambahan, yaitu air, temperature, dan cahaya. kekurangan air dapat menyebabkan biji gagal berkecambah, sedangkan air yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan biji menjadi busuk. Temperatur yang optimum untuk perkecambahan biji berkisar 25 – 30o C. Temperatur yang terlalu rendah dapat mengakibatkan perkecambahan terlambat terjadi. Sementara itu, temperatur yang tinggi dapat mengakibatkan biji rusak dan gagal berkecambah. Umumnya biji berkecambah lebih baik jika mendapatkan penyinaran yang cukup. Penyinaran yang rendah dapat mengakibatkan etiolasi (pemanjangan batang) dan menurunkan kemampuan hidup bibit setalah pindah tanam. Sebaliknya, penyinaran yang terlalu tinggi dapat menyebabkan biji menjadi rusak (Harjono, 2007).
  IV.          Metode Pengamatan
4.1  Alat dan Bahan
4.1.1   Alat
a.      Beaker glass
b.     Petridish
c.      Kertas ampelas
4.1.2   Bahan
a.      Biji asam atau biji lain yang berkulit keras
b.     Asam sulfat pekat
c.      Air
d.     Kertas hisap/kapas
4.2  Prosedur Kerja





 





































    V.          Hasil Pengamatan
Kelompok
Perlakuan
Biji yang tumbuh
Keterangan
1
Kontrol
Kimia
Mekanik
1
0
10
3 pecah, 6 utuh
7 pecah, 3 utuh
-
2
Kontrol
Kimia
Mekanik
8
4
10
2 utuh
6 utuh
-
3
Kontrol
Kimia
Mekanik
0
3
10
10 utuh/tidak tumbuh
6 utuh, 1 pecah
-
4
Kontrol
Kimia
Mekanik
4
2
9
4 pecah, 2 utuh
5 pecah, 3 utuh
1 pecah
5
Kontrol
Kimia
Mekanik
0
0
10
10 utuh
9 utuh, 1 pecah
-
6
Kontrol
Kimia
Mekanik
0
3
10
1 pecah, 9 utuh
7 utuh
-
Prosentase Perkecambahan
1.     Kontrol        =
2.     Mekanik      =
3.     Kimia          =
  VI.          Pembahasan
Benih dikatakan dormansi bila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi syarat bagi suatu perkecambahan. Dormansi merupakan terhambatnya proses metabolisme dalam biji. Dormansi dapat berlangsung dalam waktu yang sangat bervariasi (harian-tahunan) tergantung oleh jenis tanaman dan pengaruh lingkungannya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit, keadaan fisiologis dari embrio, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Namun demikian, dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak dapat tumbuh kembali, disini hanya terjadi masa istirahat dari pada benih itu sendiri. Masa ini dapat dipecahkan dengan berbagai cara, seperti cara mekanis atau kimiawi. Cara mekanis dengan menggunakan sumber daya alat atau bahan mekanis yang ada seperti amplas, jarum, pisau, alat penggoncang dan sebagainya. Sedangkan cara kimiawi dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti asam sulfat pekat dan HNO3 pekat. Pada intinya cara-cara tersebut supaya terdapat celah agar air dan gas udara untuk perkecambahan dapat masuk ke dalam benih.
Hormon yang berperan dalam dormansi biji adalah hormon asam absisat (ABA). Hormon ini dihasilkan pada tunas terminal dan berperan dalam memperlambat pertumbuhan dan mengarahkan bagian primordia daun untuk mengalami perkembangan menjadi sisik yang nantinya berfungsi untuk melindungi tunas yang mengalami dormansi pada musim dingin. Hormon asam absisat juga berperan dalam menghambat pembelahan sel pada kambium pembuluh. Biji akan melakukan perkecambahan ketika asam absisat dihambat dengan cara membuatnya tidak aktif. Biji memerlukan cahaya atau stimulus lain untuk memicu perombakan asam absisat. Untuk mematahkan dormansi biji dapat juga dilakukan dengan meningkatkan hormon giberelin, sehingga rasio asam absisat terhadap giberelin dapat menentukan apakah biji tersebut akan tetap dorman atau mengalami perkecambahan (Campbell, 2000: 386).
Perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). Faktor internal antaralain tingkat kemasakan biji, ukuran biji, dormansi, dan penghambat perkecambahan. Biji yang dipanen sebelum kemasakannya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan pembentukan embrio belum sempurna. Biji akan mencapai tingkat kemasakan yang maksimum ketika berat biji mencapai titik berat maksimum. Vigor (daya tumbuh maksimum) dan viabilitas (daya kecambah maksimum) mempunyai nilai maksimal tertinggi. Ukuran biji menunjukkan besarnya kecambah yang akan muncul. Karena semakin besar biji maka semakin banyak cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpanan digunkana sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan. Serta dormansi biji dapat mempengaruhi perkecambahan karena menunjukkan suatu keadaan dimana biji-biji sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai. Sedangkan faktor eksternal yaitu air, suhu, oksigen, cahaya dan medium. Air berfungsi untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadi pengembangan embrio dan endosperm., untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji, untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai fungsinya dan sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru. Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan biji dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sampai dengan 35°C. Umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29 persen oksigen dan 0.03 persen CO2. Namun untuk biji yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam biji ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3 persen. Pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya. Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit.
Setelah dormansi patah, maka akan terjadi proses selanjutnya yaitu perkecambahan. Perkecambahan merupakan suatu proses awal dari pertumbuhan individu baru pada tumbuhan yang diawali dengan munculnya radikula pada testa biji. Proses perkecambahan ini dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam medium yang digunakan untuk pertumbuhan biji. Air akan diserap dan digunakan untuk memicu aktivitas enzim-enzim metabolisme perkecambahan. Proses perkecambahan diawali dengan mengembang dan pecahnya kulit biji pembungkus akibat adanya imbibisi air ke dalam biji. Hal tersebut juga memicu perubahan metabolik pada biji sehingga dapat melanjutkan pertumbuhannya. Terdapat beberapa enzim yang nantinya akan menghidrolisis bahan-bahan yang disimpan di dalam kotiledon serta nutrien-nutrien yang berada di dalamnya. Enzim-enzim yang berperan dalam proses hidrolisis adalah enzim α-amilase, enzim β-amilase, dan protease. Enzim α-amilase berperan dalam memecah pati secara acak dari bagian tengah dan bagian dalam molekul, disebut endoamilase. Enzim β-amilase berperan dalam menghidrolisa unit-unit glukosa dari ujung molekul pati, disebut eksoamilase. Enzim protease berperan dalam menguraikan protein menjadi asam amino.
Praktikum pematahan dormansi biji ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi. Praktikum ini menggunakan 3 jenis perlakuan, yaitu kontrol, kimiawi, dan mekanik. Biji asam yang dibutuhkan adalah 30 biji, 10 biji untuk perlakuan kontrol, 10 biji untuk perlakuan mekanik, dan 10 biji sisanya untuk perlakuan kimiawi. Untuk perlakuan kontrol, 10 biji asam hanya dicuci dengan menggunakan air kemudian diletakkan diatas petridish yang telah dilapisi oleh kapas. 10 biji tersebut kemudian ditutupi oleh kapas dan disiram dengan air sedikit demi sedikit. Untuk perlakuan kimiawi, 10 biji dicuci terlebih dahulu kemudian direndam di dalam asam sulfat (H2SO4) pekat selama 15 menit. Perendaman biji dalam asam sulfat pekat bertujuan agar kulit biji yang keras dapat terkelupas. Asam sulfat pekat dapat menyebabkan proses korosis pada biji. Hal ini dapat terjadi karena asam sulfat pekat dapat melunakkan dan memecahkan kulit biji, dengan demikian proses imbibisi air ke dalam biji akan terjadi secara maksimal. Selain itu, senyawa-senyawa yang lain yang diperlukan dalam proses pertumbuhan dapat masuk ke dalam biji tanpa adanya hambatan. Kemudian, 10 biji yang mendapat perlakuan kimia diletakkan diatas petridish yang talah dilapisi oleh kapas, kemudian ditutupi oleh kapas kembali tanpa disiram dengan air. Ketiga perlakuan didiamkan selama 1 minggu, dan dibawa ke laboratorium pada praktikum pertemuan selanjutnya untuk diamati. Serta untuk perlakuan mekanik, 10 biji lainnya digosok dengan menggunakan kertas ampelas sampai terkelupas kulit bijinya. Kemudian mencuci 10 biji tersebut dan meletakkan diatas petridish yang telah dilapisi oleh kapas. Setelah itu menutup kesepuluh biji dengan kapas dan disiram dengan air sedikit-demi sedikit. Kapas berfungsi sebagai media pertumbuhan biji. Biji jangan sampai dibiarkan kering, setiap hari harus disiram dengan menggunakan air secukupnya.
Hasil yang diperoleh oleh kelompok 1 yaitu pada perlakuan kontrol terdapat 1 biji yang tumbuh, 3 biji pecah, dan 6 biji masih utuh. Pada perlakuan kimiawi tidak ada biji yang tumbuh, 7 biji pecah, dan 3 biji masih utuh. Sedangkan pada perlakuan mekanik 10 biji tumbuh dengan baik. Hasil yang diperoleh kelompok 2 yaitu pada perlakuan kontrol terdapat 8 biji yang tumbuh, dan 2 biji lainnya pecah. Pada perlakuan mekanik 10 biji tumbuh dengan baik. Sedangkan pada perlakuan kimiawi terdapat 4 biji yang tumbuh, dan 6 biji lainnya masih utuh. Hasil yang diperoleh kelompok 3 yaitu pada perlakuan kontrol tidak ada biji yang tumbuh dan semua biji masih utuh. Pada perlakuan mekanik terdapat 10 biji yang tumbuh. Sedangkan pada perlakuan kimiawi 3 biji tumbuh, 1 biji pecah, dan 6 biji masih utuh. Hasil yang diperoleh kelompok 4 yaitu pada perlakuan kontrol terdapat 4 biji yang tumbuh, 4 biji pecah dan 2 masih utuh. Pada perlakuan mekanik terdapat 9 biji yang tumbuh dan 1 pecah. Sedangkan pada perlakuan kimiawi terdapat 2 biji yang tumbuh, 5 pecah dan 3 masih utuh. Hasil yang diperoleh kelompok 5 yaitu pada perlakuan kontrol tidak ada biji yang tumbuh dan semua biji masih utuh. Pada perlakuan mekanik terdapat 10 biji yang tumbuh dengan baik. Sedangkan pada perlakuan kimiawi tidak ada biji yang tumbuh namun terdapat satu biji yang pecah. Serta hasil yang diperoleh kelompok 6 yaitu pada perlakuan kontrol tidak terdapat biji yang tumbuh, 1 biji pecah dan 9 biji masih utuh. Pada perlakuan mekanik 10 biji tumbuh dengan baik. Serta pada perlakuan kimiawi terdapat 3 biji yang tumbuh, sedangkan 7 biji lainnya masih utuh.
Prosentase perkecambahan dapat diperoleh dengan cara jumlah biji yang tumbuh dibagi dengan jumlah biji keseluruhan lalu dikalikan 100%. Jumlah biji keseluruhan yaitu 180 biji. Prosentase biji perlakuan kontrol, yaitu jumlah keseluruhan biji yang tumbuh untuk perlakuan kontrol adalah 13 biji lalu dibagi 180 kemudian dikalikan 100%. Hasil yang di dapat yaitu 7,22 %. Jumlah keseluruhan biji yang tumbuh untuk perlakuan mekanik adalah 59 biji lalu dibagi 180 kemudian dikalikan 100%, sehingga prosentase perkecambahan pada perlakuan ini yaitu 32,8%. Sedangkan jumlah keseluruhan biji yang tumbuh pada perlakuan kimiawi adalah 12 lalu dibagi 180 kemudian dikalikan 100%, sehingga prosentase perkecambahan perlakuan kimiawi yaitu 6,67%.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh, perlakuan paling cepat yaitu pada perlakuan mekanik. Karena pada perlakuan mekanik dilakukan penggosokan kulit biji dengan menggunakan kertas ampelas hingga kulit bijinya terkelupas. Hal ini dapat memudahkan proses imbibisi tanpa adanya hambatan, sehingga tumbuhan akan menyerap air secara maksimal dan proses pertumbuhan/perkecambahan yang terjadi juga dapat berjalan dengan baik.
VII.          Kesimpulan
Dormansi merupakan terhambatnya proses metabolisme dalam biji. Cara pematahan dormansi dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan perlakuan mekanik dan kimiawi. Untuk perlakuan mekanik dilakukan dengan cara menggosok dengan menggunakan kertas ampelas sampai terkelupas kulit bijinya. Sedangkan perlakuan kimiawi dilakukan dengan cara merendam biji di dalam asam sulfat (H2SO4) pekat selama 15 menit. Hasilnya menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan mekanik lebih baik dalam mematahkan dormansi biji karena pada semua kelompok dengan perlakuan mekanik semua biji tumbuh dengan baik, sedangkan dengan perlakuan kimiawi tidak semua biji dapat tumbuh dengan baik.
VIII.          Saran
Pada perawatan biji dilakukan oleh individu yang berbeda sehingga cara perawatan tiap individupun berbeda termasuk penyiraman biji, hal tersebut dapat menjadisalah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses perkecambahan. Oleh karena itu, untuk praktikum selanjutnya diusahakan waktu penyiraman dan jumlah air yang digunakan untuk menyiram ditentukan atau diseragamkan, sehingga dapat meminimalisir terjadinya suatu perbedaan.







DAFTAR PUSTAKA
Astari, Retno Puji., et al. 2014. Pengaruh Pematahan Dormansi Secara Fisik dan Kimia terhadap Kemampuan Berkecambah Benih Mucuna (Mucuna bracteata D.C.). Jurnal Online Agroteknologi 2(2) : 2337-6597).
Campbell, Neil A, et al.  2000. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Harjono, H. 2007. Memperbanyak Tanaman Hias Favorit. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hartawan, R. 2016. Skarifikasi dan KNO3 Mematahkan Dormansi Serta
Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih Aren (Arenga pinnata Merr.).
Jurnal Media Pertanian , Vol. 1 (1) : 1 – 10.
Kartika, et al. 2015. Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) menggunakan KNO3 dan Skarifikasi. Jurnal Pertanian dan
Lingkungan 8(2) : 1978-1644.
Satya, Ilham Indra., et al. 2015. Pengaruh Perendaman Asam Sulfat (H2SO4)
terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica granatum L.). Jurnal Online
Agroekoteknologi 3(4) : 2337-6597.
Utama, Zulman Harja. 2005. Budidaya Padi pada Lahan Marjinal Kiat
Meningkatkan Produksi Padi. Yogyakarta : Penerbit CV. Andi Offset.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar