Selasa, 13 Desember 2016

PERBEDAAN JUMLAH ERITROSIT DAN LEUKOSIT HEWAN POIKILOTERMIK (Mabouya multifasciata) DAN HOMOIOTERMIK (Mus musculus)



PERBEDAAN JUMLAH ERITROSIT DAN LEUKOSIT HEWAN POIKILOTERMIK (Mabouya multifasciata) DAN HOMOIOTERMIK (Mus musculus)
Differences Number Of Erythrocytes And Leucocytes Animal Poikiloterm (Mabouya multifasciata) And Homoioterm (Mus musculus)
Siti Rosida, 140210103019, Fisiologi Hewan Kelas A
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember
Abstrak
Darah merupakan suatu cairan yang menyusun tubuh hewan tingkat tinggi yang terdiri dari plasma darah, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan platelet. Sel darah merah merupakan sel darah yang paling banyak di dalam tubuh yaitu setiap mikroliter darah mengandung 5-6 juta sel-sel darah merah. Sedangkan sel darah putih berjumlah lebih sedikit daripada sel darah merah, yaitu berkisar 11.000 /mm3. Sel darah merah (eritrosit) berfungsi sebagai pengikat dan pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, sedangkan sel darah putih (leukosit) berfungsi sebagai sistem pertahanan terhadap invasi benda asing (seperti bakteri dan virus). Jumlah eritrosit dan leukosit pada hewan poikilotermik dan homoiotermik memiliki perbedaan, hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya beberapa faktor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah eritrosit dan leukosit tersebut meliputi: umur, jenis kelamin, aktivitas tubuh, dan ketinggian tempat/daerah yang ditempati (lingkungan).
Kata kunci: eritrosit, homoiotermik, leukosit, poikilotermik
Abstract
Blood is a liquid that make up the body of higher animals consisting of blood plasma, red blood cells (erythrocytes), white blood cells (leucocytes), and platelets. Red blood cells are blood cells, the most widely in the body that is every 5-6 microliter of blood contains millions of red blood cells. While white blood cells numbered fewer than red blood cells, which ranged from 11.000 /mm3. Red blood cells (erythrocytes) serves as a binder and carries oxygen from the lungs throughout the body, while the white blood cells (leukocytes) to function as a defense system against invading foreign substances (such as bacteria and viruses). The number of erythrocytes and leukocytes in animals poikiloterm and homoioterm have differences, it can be caused by several factors. Factors that may affect the number of erythrocytes and leukocytes include: age, sex, body activity and altitude/occupied area (neighborhood).
Keywords: erythrocytes, homoioterm, leucocytes, poikiloterm


PENDAHULUAN
Darah merupakan suatu cairan yang menyusun tubuh hewan tingkat tinggi dan manusia yang terdiri dari plasma darah, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan platelet. Jumlah eritrosit dan leukosit pada hewan poikilotermik dan


homoiotermik memiliki perbedaan, hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor terutama faktor eksternal yaitu lingkungan. Dengan adanya perbedaan jumlah tersebut, praktikum ini dilaksanakan karena bertujuan untuk menghitung eritrosit dan leukosit hewan yang tergolong poikilotermik dan homoiotermik.
METODE PENELITIAN
Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember pada tanggal 18 November 2016. Alat yang digunakan yaitu mikroskop, kaca benda, kaca penutup, pipet tetes, hemositometer dan kaca penutupnya, pipet sel darah merah, pipet sel darah putih, dan seperangkat alat bedah. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu hewan coba poikilotermik kadal (Mabouya multifasciata) dan hewan coba homoiotermik mencit (Mus musculus), larutan hayem, dan aquades. Praktikum ini dilakukan dengan cara, hewan coba dimasukkan pada sungkup kaca, ether atau kloroform yang dipersiapkan pada kapas lalu dimasukkan ke dalam sungkup kaca tersebut. Lalu kadal atau mencit disinglepit, kemudian dibedah hingga tampak jantung dan pembuluh darah besar. Menusuk salah satu pembuluh darah sehingga darah keluar. Kemudian menghisap darah yang keluar dengan pipet darah merah atau pipet darah putih sampai tanda 0.5, setelah itu segera memasukkan pipet tersebut kedalam larutan hayem atau larutan turk, menghisap larutan tersebut sampai larutan dalam pipet mencapai angka 100. Mengocok pipet selama kira-kira 3 menit, kemudian membuang beberapa tetes larutan dari pipet dengan menempelkan ujungnya pada kertas hisap. Selanjutnya menyentuh ujung pipet pada ruangan udara hemositometer dengan gelas penutupnya (hemositometer sudah disiapkan dibawah mikroskop. Serta menghitung jumlah sel darah merah dalam petak perhitungan sel darah merah (mengambil lima petak perhitungan).
HASIL PENEITIAN
Kel
Hewan
Eritrosit
Leukosit
1
Mencit
1,702 x 107
1,984 x 105
2
Kadal
2,72 x 106
5 x 103
3
Mencit
9 x 107
-
4
Kadal
2,56 x 107
1,872 x 105
5
Mencit
8,82 x 106
-
6
Kadal
5,02 x 106
3,1 x 103
7
Mencit
2,404 x 107
-

PEMBAHASAN
Darah terbentuk dari sel-sel yang terdapat di dalam cairan yang disebut plasma darah. Fungsi darah diantaranya adalah menyerap dan membawa nutrien dari saluran pencernaan menuju ke jaringan, membawa oksigen (O2) dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida (CO2) dari jaringan ke paru-paru, membawa produk buangan metabolisme, membawa  hormon  yang  dihasilkan  oleh  kelenjar  endokrin  dan  mengatur  kandungan  cairan jaringan tubuh (Ali, 2013). [1]
Eritrosit, sel-sel darah merah yang mana jumlahnya paling banyak ditubuh organisme. Setiap mikroliter darah manusa mengandung 5-6 juta sel-sel darah merah, dan ada sekitar 25 triliun sel-sel jenis ini di dalam 5 L darah di tubuh. Fungsi utamanya adalah transpor oksigen dan strukturnya terkait erat dengan fungsi tersebut. Eritroist pada manusia itu berbentuk cakram kecil (berdiameter 7-8 mikrometer) yang bikonkf lebih tipis di bagian tengah daripada dibagian tepi. Eritrosit pada mamalia dewasa tidak memiliki nukleus. Karakteristik yang tak lazim ini menyisakan lebih banyak ruang dalam sel-sel yang mungil ini untuk hemoglobin, protein mengandung besi dan mentranspor oksigen. Eritrosit juga tidak dimiliki oleh mitokondria dan menghasilkan ATP secara eksklusif melalui metabolisme anaerobik. Transpor oksigen akan kurang efisien jika eritrosit-eritrosit bersifat aerobik dan mengonsumsi sebagian oksigen yang dibawanya (Campbell, 2008). [2]
Proses pembentukan eritrosit diperlukan zat besi (Fe) dan vitamin C. Zat besi (Fe) berperan dalam pembentukan dan pematangan eritrosit yang dalam proses tersebut vitamin C berfungsi sebagai pemicu zat besi. Sehingga zat besi (Fe) dan vitamin C saling berhubungan dalam pembentukan eritrosit. Selain itu zat yang juga diperlukan dalam pembentukan eritrosit adalah vitamin B12, asam folat dan rantai globin yang merupakan senyawa protein yang berasal dari hemositoblas. Beberapa faktor yang juga dapat menyebablan penurunan jumlah eritrosit, antara lain kurangnya bahan atau zat yang dibutuhkan untuk produksi sel darah merah. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan penyerapan atau nilai gizi yang berkurang pada pakan yang diberikan sehingga akan berpengaruh terhadap organ-organ lain, terutama pada organ yang berperan dalam sel darah (Linda, 2014). [3]
Peningkatan jumlah Hemoglabin sejalan dengan peningkatan jumlah eritrosit. Karena hemoglobin merupakan pigmen eritrosit yang terdiri dari protein kompleks konyugasi yang mengandung besi, protein ini disebut dengan globin. Warna merah hemoglobin disebabkan heme, yaitu senyawa metalik yang mengandung satu atom besi. Hemoglobin adalah protein yang paling banyak terdapat dalam darah, sekitar 10% dalam darah dan 90% dari berat kering eritrosit. Hemoglobin berfungsi sebagao pigmen respirasi darah dan sebagai sistem buffer dalam darah yang berikatan erat dengan kemampuan darah membawa oksigen. Hemoglobin mempunyai daya gabung dengan oksigen membentuk oksihemoglobin di dalam sel darah merah, melalui fungsi ini oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan tubuh. Produksi hemoglobin dipengaruhi oleh kadar besi (Fe) dalam tubuh, karena besi merupakan komponen penting dalam pembentukan molekul heme (Hendalia, 2014). [4]
Leukosit merupakan unit sistem pertahanan tubuh yang bergerak. Leukosit atau sel darah putih berukuran lebih besar daripada eritrosit, dengan diameter berkisar antara 9-15 mikromter. Fungsi pertahanan terhadap invasi benda asing (seperti bakteri dan virus) dilakukan dalam dua cara: (1) dengan “menelan” dan mencerna benda asing melalui fagositosis, dan (2) melalui respon imun (kebal) seperti produksi antibodi. Tugas pertahanan leukosit juga termasuk merusak sel-sel kanker yang muncul dalam tubuh. Beberapa leukosit juga berfungsi sebagai “pasukan” pembersih yang memindahkan “kotoran” tubuh dengan memfagosit serpihan sel-sel yang mati atau rusak. Untuk mengemban fungsinya, leukosit melakukan suatu strategi “mengusik dan menyerang”, yaitu pergi ke tempat invasi atau jaringan yang rusak. Sel darah putih berada dalam darah sehingga mereka dapat diangkut dari tempatnya diproduksi atau tempat penyimpanan ke mana diperlukan. Terdapat lima jenis leukosit yang bersikulai dalam darah, yaitu neutrofil, eusinofil, basofil, monosit, dan limfosit, yang masing-masing memiliki struktur dan fungsi sendiri-sendiri (Soewolo, 2000). [5]
Alat yang digunakan pada kegaiatan ini, yaitu mikroskop, kaca benda, dan kaca penutup, sepasang alat ini berfungsi untuk mengamati sel darah dengan cara melihat perbesaran dari darah yang diamati akan memudahkan proses perhitungan sel darah baik eritrosit maupun leukosit. Hemositometer berfungsi untuk menghitung jumlah sel darah eritrosit dan leukosit karena didalamnya terdapat suatu skala. Pipet sel darah merah digunakan untuk mengambil sel darah merah, sedangkan pipet sel darah putih digunakan untuk mengambil sel darah putih. Serta seperangkat alat bedah berfungsi untuk membedah hewan coba. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu hewan poikilotermik kadal (Mabouya multifasciata) dan hewan coba homoiotermik mencit (Mus musculus) berfungsi sebagai hewan coba dalam pengamatan ini, larutan hayem berfungsi untuk menghancurkan sel darah putih (leukosit) karena apabila sel darah dicampur dengan larutan hayem maka sel darah putih akan hancur, sehingga hanya tersisa sel darah merah saja. Larutan turk berfungsi untuk menghancurkan sel darah merah (eritrosit) karena apabila sel darah dicampur dengan larutan turk maka sel darah merah akan hancur, sehingga hanya tersisa sel darah putih saja. Sedangkan aquades berfungsi sebagai bahan pelarut.
Praktikum ini dilakukan dengan cara, hewan coba dimasukkan pada sungkup kaca, ether atau kloroform yang dipersiapkan pada kapas lalu dimasukkan ke dalam sungkup kaca tersebut. Lalu kadal atau mencit disinglepit, kemudian dibedah hingga tampak jantung dan pembuluh darah besar. Menusuk salah satu pembuluh darah sehingga darah keluar. Kemudian menghisap darah yang keluar dengan pipet darah merah atau pipet darah putih sampai tanda 0.5, setelah itu segera memasukkan pipet tersebut kedalam larutan hayem atau larutan turk, menghisap larutan tersebut sampai larutan dalam pipet mencapai angka 100. Mengocok pipet selama kira-kira 3 menit, kemudian membuang beberapa tetes larutan dari pipet dengan menempelkan ujungnya pada kertas hisap. Selanjutnya menyentuh ujung pipet pada ruangan udara hemositometer dengan gelas penutupnya (hemositometer sudah disiapkan dibawah mikroskop. Serta menghitung jumlah sel darah merah dalam petak perhitungan sel darah merah (mengambil lima petak perhitungan).
Pengamatan ini menggunakan dua jenis hewan coba yaitu kadal (Mabouya multifasciata) dan mencit (Mus musculus). Pada kelompok 1, 3, 5 dan 7 menggunakan hewan coba mencit (Mus musculus). Pada kelompok 1 mendapatkan hasil jumlah eritrosit mencit yaitu 1.702 x 107 dan jumlah leukositnya 1.984 x 105. Pada kelompok 3 mendapatkan hasil jumlah eritrosit mencit yaitu 9 x 105 dan tidak mendapatkan hasil jumlah leukosit dikarenakan larutan uji terlalu padat sehingga leukosit terlihat menumpuk dan susah untuk dihitung. Pada kelompok 5 mendapatkan hasil jumlah eritrosit mencit yaitu 8.82 x 106 dan tidak mendapatkan hasil jumlah leukosit dikarenakan larutan uji terlalu padat sehingga leukosit terlihat menumpuk dan susah untuk dihitung. Serta pada kelompok 7 mendapatkan hasil jumlah eritrosit mencit yaitu 2.404 x 106 dan tidak mendapatkan hasil jumlah leukosit dikarenakan larutan uji terlalu padat sehingga leukosit terlihat menumpuk dan susah untuk dihitung. Sedangkan kelompok 2, 4 dan 6 menggunakan hewan coba kadal (Mabouya multifasciata). Pada kelompok 2 mendapatkan hasil jumlah eritrosit kadal yaitu 2.72 x 106 dan jumlah leukositnya 5 x 103. Pada kelompok 4 mendapatkan hasil jumlah eritrosit kadal yaitu 2.56 x 107 dan jumlah leukositnya 1.872 x 105. Serta pada kelompok 6 mendapatkan hasil jumlah eritrosit kadal yaitu 5.02 x 106 dan jumlah leukositnya 3.1 x 103.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah eritrosit dan leukosit, yaitu umur, jenis kelamin, aktivitas tubuh, dan ketinggian tempat/daerah yang ditempati. Umur mempengaruhi jumlah eritrosit karena terdapat perbedaan jumlah eritrosit pada usia muda dan tua. Jenis kelamin berpengaruh karena pada wanita jumlahnya lebih sedikit yaitu sekitar 4,5 juta/mm3, sedangkan pada laki-laki sekitar 5 juta/mm3, hal ini disebabkan karena lelaki melakukan sistem metabolisme tubuhnya lebih besar daripada wanita. Aktivitas tubuh berpengaruh karena semakin aktif tubuh bergerak maka energi yang dibutuhkan semakin banyak sehingga oksigen yang diperlukan juga semakin banyak untuk proses metabolisme yang mengakibatkan meningkatnya jumlah eritrosit dan leukosit dan kadar hemoglobin. Ketinggian tempat/daerah yang ditempatinya dapat berpengaruh karena pada umumnya hewan atau manusia yang beradaptasi dengan lingkungan oksigen rendah (misalnya hidup di daerah dataran tinggi) maka jumlah eritrosit dan leukositnya lebih banyak daripada yang beradaptasi dengan lingkungan oksigen tinggi, karena setiap eritrosit mengandung pigmen darah yang berfungsi untuk mengikat oksigen. Sebaliknya jika berada pada lingkungan dataran rendah maka jumlah eritrosit dan leukositnya lebih tinggi.
Apabila jumlah eritosit terlalu tinggi maka akan berpengaruh terhadap jantung dan metabolisme tubuh. Contoh terjadinya kelebihan eritrosit ini yaitu terjadinya polisitemia. Polisitimea ini merupakan sebuah kondisi yang terjadi karena kandungan eritrosit terlalu tinggi dalam tubuh yang ditandai dengan kondisi darah akan menjadi sangat kental dan tidak bisa beredar ke semua bagian tubuh dengan baik. Dengan terjadinya pengentalan pada darah ini akan menyebabkan Hb menjadi rendah, tekanan darah tinggi, dan kolestrol tinggi. Sedangkan apabila jumlah eritrosit rendah maka akan menyebabkan terjadinya suatu penyakit yang disebut dengan anemia, anemia ini merupakan suatu kondisi eritrosit berada dibawah batas normal. Anemia ini akan mengakibatkan transportasi sel darah merah akan terganggu dan jaringan tubuh si penderita akan mengalami kekurangan oksigen, sehingga juga akan berpengaruh terhadap proses metabolisme tubuh.
Apabila jumlah leukosit didalam tubuh itu diatas normal maka akan menyebabkan penyakit leukimia (kanker darah) karena produksi sel darah putih secara terus-menerus, sehingga ketika jumlah sel darah putih lebih tinggi daripada jumlah sel darah merah maka akan menyebabkan sel darah putih memakan sel darah merah, dan hal tersebut sangat merugikan bagi tubuh. Sedangkan apabila jumlah leukosit didalam tubuh rendah, maka akan menyebabkan terjadinya leukopenia, yaitu tubuh sangat rentan terhadap berbagai macam infeksi, hal ini sesuai dengan peran leukosit yaitu sebagai pertahanan tubuh terhadap benda-benda asing (seperti bakteri dan virus).
KESIMPULAN DAN SARAN
Jumlah eritrosit dan leukosit pada hewan poikilotermik dan homoiotermik memiliki perbedaan, hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya beberapa faktor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah eritrosit dan leukosit tersebut meliputi: umur, jenis kelamin, aktivitas tubuh, dan ketinggian tempat/daerah yang ditempati (lingkungan).
Dalam proses pengamatan, beberapa kelompok mengalami kegagalan dalam memperoleh data jumlah leukosit pada hewan coba. Hal tersebut dikarenakan larutan uji terlalu padat sehingga leukosit terlihat menumpuk dan susah untuk dihitung. Jadi dapat diketahui bahwa kegagalan tersebut terjadi karena kesalahan praktikan itu sendiri yang membuat larutan darah terlalu padat. Oleh karena itu, untuk praktikum selanjutnya diharapkan praktikan lebih berhati-hati dalam melaksanakan praktikum yang berguna untuk meminimalisir terjadinya kegagalan seperti yang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ali, Achmad Shawaludin, et all. 2013. Jumlah
Eritrosit, Kadar Hemoglobin Dan Hematokrit
Pada Berbagai Jenis Itik Lokal Terhadap
Penambahan Probiotik Dalam Ransum. Jurnal
Ilmiah Peternakan 1(3): 1001-1013, September
2013.
[2] Campbell, Neil A, et all. 2010. Biologi Edisi
kedelapan Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
[3] Linda., Ramadhan, A., Tureni, D. 2014. Pengaruh Ekstrak Biji Pala (Myristica fragrans) Terhadap Jumlah Eritrosit dan Leukosit pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). E-Jipbiol Vol. 3: 1-8, Juni 2014. ISSN: 2338-1795.
[4] Hendalia, E., Manin F., Yatno., Rahayu, P., 2014. Dampak Pemberian Probiotik Probio_FM Terhadap Status Kesehatan Ternak Itik Kelinci. Jurnal Ilmu Ternal, Juni 2014, Vol. 1, No. 2: 7-11.
[5] Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar