Selasa, 13 Desember 2016

Kecepatan Penggunaan Oksigen Dalam Proses Respirasi






LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
 “Kecepatan Penggunaan Oksigen Dalam Proses Respirasi”















Oleh :
                                    Nama                          : Siti Rosida
                                    NIM                            : 140210103019
                                    Kelas/Kelompok         : A/1











PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
      I.          Judul
Kecepatan Penggunaan Oksigen Dalam Proses Respirasi
    II.          Tujuan
2.1  Untuk membuktikan bahwa pada proses respirasi memerlukan oksigen.
2.2  Untuk membuktikan bahwa keperluan oksigen dalam proses respirasi dipengaruhi oleh berat tumbuhan.
  III.          Dasar Teori
Pada hakikatnya, respirasi merupakan suatu reaksi redoks dimana CO2 adalah hasil dari oksidasi substrat. Substrat respirasi ini merupakan senyawa-senyawa yang berada pada sel tumbuhan yang direspirasikan menjadi H2O dan CO2 atau juga senyawa-senyawa organik yang mengalami proses oksidasi. Salah satu substrat respirasi adalah karbohidrat. Macam substrat ini merupakan substrat utama dalam respirasi yang berada pada sel tumbuhan tinggi. Selain karbohidrat, ada juga substrat respirasi yang mempunyai kepentingan lain, yaitu jenis-jenis gula seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa, asam organic, pati, dan protein. Macam-macam substrat tersebut digunakan pada spesies dan keadaan tertentu (Campbell, 2010).
Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan tinggi. Terdapat beberapa substrat respirasi yang penting lainnya diantaranya adalah beberapa jenis gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa; pati; asam organik; dan protein (digunakan pada keadaan & spesies tertentu). Secara umum, respirasi karbohidrat dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6   +   O2     →    6CO2   +   H2O   +   energi
Reaksi di atas merupakan persamaan rangkuman dari reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses respirasi (Lakitan, 2007).
Oksigen sangat penting untuk perkecambahan, yaitu untuk metabolisme tingkat awal yang mungkin dilakukan secara anaerob, tetapi akan cepat berubah menjadi aerob setelah kulit biji pecah, sehingga oksigen berdifusi ke dalam. Suhu yang tepat sangat penting untuk perkecambahan. Cahaya juga penting untuk perkecambahan beberapa biji. Biji-biji kecil yang hanya memiliki cadangan makanan sedikit untuk menunjang pertumbuhan awal embrionya, maka perubahan menjadi autotrof secepatnya sangat penting. Di samping itu suatau pigmen yang sensitif terhadap cahaya yang disebut dengan fitokrom, memegang penting dalam perkecambahan biji spesies tertentu. Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu tanaman per satuan luas dan waktu (kal/cm2/hari), termasuk lama penyinaran. Tanaman dalam kondisi kekurangan cahaya berakibat terganggunya metabolisme, sehingga menyebabkan menurunnya laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat (Haryanti, 2015).
Tanaman kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman semusim yang telah lama dikenal dan dibudidayakan. Kedelai adalah sumber protein nabati utama bagi masyarakat yang digunakan dalam berbagai macam produk makanan dan merupakan salah satu komoditas panagn utama setelah padi dan jagung yang penting dalam industri pangan serta pembangunan pertanian/ lingkungan tumbuh seperti tanah, iklim, kelembapan, serta curah hujan yang baik sangat mempengaruhi pertumbuhannya. Tanaman kedelai umumnya tumbuh optimum pada suhu 20-25oC (Wardani, 2014).
Dalam proses respirasi dihasilkan energi bebas dalam bentuk ATP dan NADH yang sangat berguna dalam proses sintesis sel seperti asam amino, protein, lemak, daln lain-lain. Kemampuan benih untuk berkecambah tergantung dari tersedianya energi dan senyawa-senyawa tersebut untuk sintesis sel-sel penyusun organ kecambah yang meliputi akar dan pucuk. Semakin tinggi ketersediaan senyawa tersebut, maka semakin tinggi pula kemampuan benih untuk berkecambah, berarti benih tersebut memiliki kemampuan perkecambahan tinggi dan mendorong terbentuknya bagian-bagian penting untuk pertumbuhan tanaman seperti batang, daun, dan akar (Sari, 2014).
  IV.          Metode Pengamatan
4.1  Alat dan Bahan
4.1.1   Alat
a.      Respirometer
b.     Beaker glass
c.      Pipet
d.     Timbangan
e.      Stopwatch
4.1.2   Bahan
a.      Kecambah besar
b.     Kristal KOH/NaOH
c.      Kapas
d.     Vaselin
e.      Eosin
4.2  Prosedur Kerja



 










 
















    V.          Hasil Pengamatan
5.1  Tabel Kecepatan Eosin

Bahan

Massa
(gr)
Menit ke-

Kecepatan
Eosin
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kecambah
Kedelai
3
0,04
0,09
0,15
0,19
0,23
0,27
0,31
0,33
0,36
0,39
0,236
6
0,05
0,09
0,15
0,19
0,24
0,29
0,34
0,38
0,42
0,46
0,261
9
0,09
0,23
0,34
0,42
0,52
0,62
0,72
0,8
-
-
0,468
Kecambah
Kacang
Hijau
3
0,04
0,1
0,12
0,17
0,22
0,25
0,28
0,32
0,36
0,39
0,225
6
0,1
0,17
0,26
0,34
0,41
0,5
0,56
0,63
0,7
0,75
0,442
9
0,1
0,2
0,3
0,39
0,49
0,58
0,67
0,77
0,85
0,94
0,529







5.2  Tabel Kecepatan Respirasi
Bahan
Massa
(gr)
Menit ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kecambah kedelai
3
0,013
0,03
0,05
0,063
0,076
0,09
0,103
0,11
0,12
0,13
6
0,0083
0,015
0,025
0,032
0,04
0,04
0,057
0,063
0,07
0,077
9
0,01
0,026
0,038
0,047
0,058
0,069
0,08
0,089
 -
Kecambah kacang hijau
3
0,013
0,033
0,04
0,056
0,073
0,083
0,093
0,106
0,12
0,13
6
0,0167
0,0283
0,043
0,057
0,068
0,083
0,093
0,105
0,117
0,125
9
0,011
0,022
0,033
0,043
0,054
0,064
0,074
0,085
0,094
0,104







 
























  VI.          Pembahasan
Praktikum tentang kecepatan penggunaan oksigen dalam proses respirasi ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pada proses respirasi memerlukan oksigen, serta untuk membuktikan bahwa keperluan oksigen dalam proses respirasi dipengaruhi oleh berat tumbuhan. Praktikum ini dilakukan dengan cara menimbang kecambah sebanyak 3,6 dan 9 gram. Lalu memasukkan ke dalam respirometer, memasukkan pula kristal KOH/NaOH yang telah dibungkus kapas. Kemudian menutup tabung dengan pipa kapiler yang terdapat pada respirometer, dan melapisi dengan vaselin. Selanjutnya meletakkan respirometer pada posisi horizontal dan memasukkan eosin ke dalam ujung pipa kapiler dengan menggunakan pipet tetes sebanyak 1 tetes. Lalu mengamati dan mengukur kecepatan gerakan cairan tiap satu menit sampai 10 kali. Kemudian menghitung kecepatan penggunaan O2 tiap menit dalam tiap gram kecambah. Serta melakukan untuk berat kecambah 6 dan 9 gram.
Kecambah segar (kecambah kedelai dan kecambah kacang hijau) berfungsi sebagai bahan uji coba yang akan diamati proses respirasinya. Selain itu, menggunakan KOH/NaOH kristal berfungsi sebagai pengikat CO2 dalam proses respirasi yang berlangsung agar di dalam tabung respirometer tidak terkumpul gas karbondioksida dari hasil proses respirasi  bahan uji. Penggunaan eosin pada praktikum ini yaitu sebagai indikator kadar oksigen atau laju oksigen di dalam pipa respirometer, sehingga pengukuran laju respirasi pada bahan uji coba dapat dilihat dari pergerakan eosin tersebut. Selanjutnya fungsi vaselin atau plastisin yaitu untuk menghindari adanya kebocoran pada alat respirometer sehingga bahan uji hanya dapat menghirup oksigen dari pipa yang diberi eosin pada alat respirometer tersebut.
Pada praktikum ini menggunakan dua jenis kecambah, yaitu kecambah kedelai dan kecambah kacang hijau. Kelompok 1, 2 dan 3 menggunakan kecambah kedelai, sedangkan kelompok 4, 5 dan 6 menggunakan kecambah kacang hijau. Praktikum ini melakukan tiga jenis perlakuan, yaitu menggunakan berat kecambah 3 gram, 6 gram, dan 9 gram. Perlakuan tersebut dilakukan pada kedua jenis kecambah yang digunakan. Hasil yang didapatkan pada kelompok 1 yaitu kecambah kedelai dengan berat 3 gram menunjukkan kecepatan eosin yang diperlukan adalah 0,236 ml/menit. Kelompok 2 yaitu kecambah kedelai dengan berat 6 gram menunjukkan kecepatan eosin yang diperlukan adalah 0,261 ml/menit. Kelompok 3 yaitu kecambah kedelai dengan berat 9 gram menunjukkan kecepatan eosin yang diperlukan adalah 0,468 ml/menit. Kelompok 4 yaitu kecambah kacang hijau dengan berat 3 gram menunjukkan kecepatan eosin yang diperlukan adalah 0,225 ml/menit.  Kelompok 5 yaitu kecambah kacang hijau dengan berat 6 gram menunjukkan kecepatan eosin yang diperlukan adalah 0,442 ml/menit. Serta pada kelompok 6 yaitu kecambah kacang hijau dengan berat 9 gram menunjukkan kecepatan eosin yang diperlukan adalah 0,529 ml/menit. Dari hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa dalam proses respirasi memerlukan oksigen. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya pergerakan eosin yang membuktikan bahwa tumbuhan uji menghirup oksigen dalam pipa kapiler. Serta dapat diketahui bahwa dalam proses respirasi dipengaruhi oleh berat tumbuhan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya perbedaan kecepatan eosin pada tiap perlakuan, dan pada perlakuan tersebut dapat diketahui bahwa uji coba yang menggunakan berat kecambah paling besar menunjukkan kecepatan yang paling tinggi.
Kuantitas dari suatu tumbuhan mempengaruhi laju dari respirasi. Semakin banyak kuantitas yang digunakan maka semakin cepat kecepatan respirasi tumbuhan tersebut (Campbell, 2000).
Oleh karena itu, kecepatan respirasi kecambah kacang hijau lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan respirasi kecambah kedelai. Hal tersebut dikarenakan jumlah/kuantitas kecambah kacang hijau lebih banyak karena ukurannya lebih kecil daripada ukuran dari kecambah kedelai. Hal ini menyebabkan kecambah kacang hijau mempunyai kecepatan respirasi yang lebih cepat dibandingkan dengan kecambah kedelai.
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.     Ketersediaan substrat
Respirai bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan yang kahat gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun sering lebih cepat segera setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan gulanya lebih rendah.
2.     Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.
3.     Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun.
4.     Jenis dan Umur Tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan (Harahap, 2014).
VII.          Kesimpulan
7.1  Dalam proses respirasi sangat memerlukan oksigen, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya pergerakan eosin yang membuktikan bahwa tumbuhan uji menghirup oksigen dalam pipa kapiler.
7.2  Dalam proses respirasi dipengaruhi oleh berat tumbuhan, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya perbedaan kecepatan eosin pada tiap perlakuan, dan pada perlakuan tersebut dapat diketahui bahwa uji coba yang menggunakan berat kecambah paling besar menunjukkan kecepatan yang paling tinggi.
VIII.          Saran
Pada saat melaksanakan praktikum kecepatan penggunaan oksigen dalam proses respirasi, praktikan juga melakukan praktikum tentang dormansi biji sehingga dalam satu kelompok dibagi menjadi 2 grup, yaitu grup yang melakukan praktikum respirasi dan grup yang melakukan praktikum dormansi biji. Penggabungan dua acara praktikum tersebut menjadi satu dirasa kurang tepat karena berbeda tema sehingga membuat praktikan bingung. Oleh karena itu, untuk praktikum selanjutnya diharapkan jika akan menggabungkan suatu acara praktikum menjadi satu kali pertemuan menggunakan acara yang mempunyai inti tema yang hampir sama.












DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A, et al.  2000. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Campbell, Neil A, et al.  2010. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Harahap, Fauziyah. 2014. Fisiologi Tumbuhan. Medan : UNIMED Press.
Hayanti, S., Budihastuti, R., 2015. Morofoanatomi, Berat Basah Kotiledon dan Ketebalan Daun Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus vulgaris L.) pada Naungan yang Berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi Volumer XXIII, Nomor 1, Maret 2015.
Lakitan, B. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sari, H. P., Hanum C., Charloq. 2014. Daya Kecambag dan Pertumbuhan Mucuna bracteata Melalui Pematahan Dormansi dan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Giberelin (GA3). Jurnal Online Agroekotoknologi. ISSN No. 2337-6597. Vol.2, No.2: 630-644, Maret 2014.
Wardani, E. K., Mantiri, F. R., Ai, N. S., 2014. Kajian ethylene triple response Terhadap Kecambah Kedelai Tiga Varietas Kedelai. Jurnal Bioslogos, Agustus 2014, Vol. 4 Nomor 2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar