LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI
TUMBUHAN
“Kecepatan Penggunaan Oksigen Dalam Proses
Respirasi”
Oleh :
Nama : Siti Rosida
NIM : 140210103019
Kelas/Kelompok : A/1
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
I.
Judul
Kecepatan
Penggunaan Oksigen Dalam Proses Respirasi
II.
Tujuan
2.1 Untuk
membuktikan bahwa pada proses respirasi memerlukan oksigen.
2.2 Untuk
membuktikan bahwa keperluan oksigen dalam proses respirasi dipengaruhi oleh
berat tumbuhan.
III.
Dasar
Teori
Pada hakikatnya, respirasi merupakan suatu reaksi
redoks dimana CO2 adalah hasil dari oksidasi substrat. Substrat
respirasi ini merupakan senyawa-senyawa yang berada pada sel tumbuhan yang
direspirasikan menjadi H2O dan CO2 atau juga
senyawa-senyawa organik yang mengalami proses oksidasi. Salah satu substrat
respirasi adalah karbohidrat. Macam substrat ini merupakan substrat utama dalam
respirasi yang berada pada sel tumbuhan tinggi. Selain karbohidrat, ada juga
substrat respirasi yang mempunyai kepentingan lain, yaitu jenis-jenis gula
seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa, asam organic, pati, dan protein.
Macam-macam substrat tersebut digunakan pada spesies dan keadaan tertentu
(Campbell, 2010).
Karbohidrat
merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan tinggi.
Terdapat beberapa substrat respirasi yang penting lainnya diantaranya adalah
beberapa jenis gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa; pati; asam organik;
dan protein (digunakan pada keadaan & spesies tertentu). Secara umum,
respirasi karbohidrat dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6
+ O2 → 6CO2
+ H2O + energi
Reaksi di atas merupakan persamaan
rangkuman dari reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses respirasi (Lakitan,
2007).
Oksigen
sangat penting untuk perkecambahan, yaitu untuk metabolisme tingkat awal yang
mungkin dilakukan secara anaerob, tetapi akan cepat berubah menjadi aerob
setelah kulit biji pecah, sehingga oksigen berdifusi ke dalam. Suhu yang tepat
sangat penting untuk perkecambahan. Cahaya juga penting untuk perkecambahan
beberapa biji. Biji-biji kecil yang hanya memiliki cadangan makanan sedikit
untuk menunjang pertumbuhan awal embrionya, maka perubahan menjadi autotrof
secepatnya sangat penting. Di samping itu suatau pigmen yang sensitif terhadap
cahaya yang disebut dengan fitokrom, memegang penting dalam perkecambahan biji
spesies tertentu. Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang diterima oleh
suatu tanaman per satuan luas dan waktu (kal/cm2/hari), termasuk
lama penyinaran. Tanaman dalam kondisi kekurangan cahaya berakibat terganggunya
metabolisme, sehingga menyebabkan menurunnya laju fotosintesis dan sintesis
karbohidrat (Haryanti, 2015).
Tanaman
kedelai (Glycine max L.) merupakan
tanaman semusim yang telah lama dikenal dan dibudidayakan. Kedelai adalah
sumber protein nabati utama bagi masyarakat yang digunakan dalam berbagai macam
produk makanan dan merupakan salah satu komoditas panagn utama setelah padi dan
jagung yang penting dalam industri pangan serta pembangunan pertanian/
lingkungan tumbuh seperti tanah, iklim, kelembapan, serta curah hujan yang baik
sangat mempengaruhi pertumbuhannya. Tanaman kedelai umumnya tumbuh optimum pada
suhu 20-25oC (Wardani, 2014).
Dalam
proses respirasi dihasilkan energi bebas dalam bentuk ATP dan NADH yang sangat
berguna dalam proses sintesis sel seperti asam amino, protein, lemak, daln
lain-lain. Kemampuan benih untuk berkecambah tergantung dari tersedianya energi
dan senyawa-senyawa tersebut untuk sintesis sel-sel penyusun organ kecambah
yang meliputi akar dan pucuk. Semakin tinggi ketersediaan senyawa tersebut,
maka semakin tinggi pula kemampuan benih untuk berkecambah, berarti benih
tersebut memiliki kemampuan perkecambahan tinggi dan mendorong terbentuknya
bagian-bagian penting untuk pertumbuhan tanaman seperti batang, daun, dan akar
(Sari, 2014).
IV.
Metode
Pengamatan
4.1 Alat
dan Bahan
4.1.1 Alat
a. Respirometer
b. Beaker
glass
c. Pipet
d. Timbangan
e. Stopwatch
4.1.2 Bahan
a. Kecambah
besar
b. Kristal
KOH/NaOH
c. Kapas
d. Vaselin
e. Eosin
4.2 Prosedur
Kerja
V.
Hasil
Pengamatan
5.1 Tabel
Kecepatan Eosin
Bahan
|
Massa
(gr)
|
Menit ke-
|
Kecepatan
Eosin
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|||
Kecambah
Kedelai
|
3
|
0,04
|
0,09
|
0,15
|
0,19
|
0,23
|
0,27
|
0,31
|
0,33
|
0,36
|
0,39
|
0,236
|
6
|
0,05
|
0,09
|
0,15
|
0,19
|
0,24
|
0,29
|
0,34
|
0,38
|
0,42
|
0,46
|
0,261
|
|
9
|
0,09
|
0,23
|
0,34
|
0,42
|
0,52
|
0,62
|
0,72
|
0,8
|
-
|
-
|
0,468
|
|
Kecambah
Kacang
Hijau
|
3
|
0,04
|
0,1
|
0,12
|
0,17
|
0,22
|
0,25
|
0,28
|
0,32
|
0,36
|
0,39
|
0,225
|
6
|
0,1
|
0,17
|
0,26
|
0,34
|
0,41
|
0,5
|
0,56
|
0,63
|
0,7
|
0,75
|
0,442
|
|
9
|
0,1
|
0,2
|
0,3
|
0,39
|
0,49
|
0,58
|
0,67
|
0,77
|
0,85
|
0,94
|
0,529
|
5.2 Tabel
Kecepatan Respirasi
Bahan
|
Massa
(gr)
|
Menit ke-
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
||
Kecambah kedelai
|
3
|
0,013
|
0,03
|
0,05
|
0,063
|
0,076
|
0,09
|
0,103
|
0,11
|
0,12
|
0,13
|
6
|
0,0083
|
0,015
|
0,025
|
0,032
|
0,04
|
0,04
|
0,057
|
0,063
|
0,07
|
0,077
|
|
9
|
0,01
|
0,026
|
0,038
|
0,047
|
0,058
|
0,069
|
0,08
|
0,089
|
-
|
-
|
|
Kecambah kacang hijau
|
3
|
0,013
|
0,033
|
0,04
|
0,056
|
0,073
|
0,083
|
0,093
|
0,106
|
0,12
|
0,13
|
6
|
0,0167
|
0,0283
|
0,043
|
0,057
|
0,068
|
0,083
|
0,093
|
0,105
|
0,117
|
0,125
|
|
9
|
0,011
|
0,022
|
0,033
|
0,043
|
0,054
|
0,064
|
0,074
|
0,085
|
0,094
|
0,104
|
VI.
Pembahasan
Praktikum
tentang kecepatan penggunaan oksigen dalam proses respirasi ini bertujuan untuk
membuktikan bahwa pada proses respirasi memerlukan oksigen, serta untuk
membuktikan bahwa keperluan oksigen dalam proses respirasi dipengaruhi oleh
berat tumbuhan. Praktikum ini dilakukan dengan cara menimbang kecambah sebanyak
3,6 dan 9 gram. Lalu memasukkan ke dalam respirometer, memasukkan pula kristal
KOH/NaOH yang telah dibungkus kapas. Kemudian menutup tabung dengan pipa
kapiler yang terdapat pada respirometer, dan melapisi dengan vaselin.
Selanjutnya meletakkan respirometer pada posisi horizontal dan memasukkan eosin
ke dalam ujung pipa kapiler dengan menggunakan pipet tetes sebanyak 1 tetes.
Lalu mengamati dan mengukur kecepatan gerakan cairan tiap satu menit sampai 10 kali.
Kemudian menghitung kecepatan penggunaan O2 tiap menit dalam tiap
gram kecambah. Serta melakukan untuk berat kecambah 6 dan 9 gram.
Kecambah
segar (kecambah kedelai dan kecambah kacang hijau) berfungsi sebagai bahan uji
coba yang akan diamati proses respirasinya. Selain itu, menggunakan KOH/NaOH
kristal berfungsi sebagai pengikat CO2 dalam proses respirasi
yang berlangsung agar di dalam tabung respirometer tidak terkumpul gas
karbondioksida dari hasil proses respirasi
bahan uji. Penggunaan eosin pada praktikum ini yaitu sebagai indikator
kadar oksigen atau laju oksigen di dalam pipa respirometer, sehingga pengukuran
laju respirasi pada bahan uji coba dapat dilihat dari pergerakan eosin
tersebut. Selanjutnya fungsi vaselin atau plastisin yaitu untuk menghindari
adanya kebocoran pada alat respirometer sehingga bahan uji hanya dapat menghirup
oksigen dari pipa yang diberi eosin pada alat respirometer tersebut.
Pada
praktikum ini menggunakan dua jenis kecambah, yaitu kecambah kedelai dan
kecambah kacang hijau. Kelompok 1, 2 dan 3 menggunakan kecambah kedelai,
sedangkan kelompok 4, 5 dan 6 menggunakan kecambah kacang hijau. Praktikum ini
melakukan tiga jenis perlakuan, yaitu menggunakan berat kecambah 3 gram, 6
gram, dan 9 gram. Perlakuan tersebut dilakukan pada kedua jenis kecambah yang
digunakan. Hasil yang didapatkan pada kelompok 1 yaitu kecambah kedelai dengan
berat 3 gram menunjukkan kecepatan eosin yang diperlukan adalah 0,236 ml/menit.
Kelompok 2 yaitu kecambah kedelai dengan berat 6 gram menunjukkan kecepatan
eosin yang diperlukan adalah 0,261 ml/menit. Kelompok 3 yaitu kecambah kedelai
dengan berat 9 gram menunjukkan kecepatan eosin yang diperlukan adalah 0,468
ml/menit. Kelompok 4 yaitu kecambah kacang hijau dengan berat 3 gram
menunjukkan kecepatan eosin yang diperlukan adalah 0,225 ml/menit. Kelompok 5 yaitu kecambah kacang hijau dengan
berat 6 gram menunjukkan kecepatan eosin yang diperlukan adalah 0,442 ml/menit.
Serta pada kelompok 6 yaitu kecambah kacang hijau dengan berat 9 gram
menunjukkan kecepatan eosin yang diperlukan adalah 0,529 ml/menit. Dari hasil
pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa dalam proses respirasi memerlukan
oksigen. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya pergerakan eosin yang
membuktikan bahwa tumbuhan uji menghirup oksigen dalam pipa kapiler. Serta
dapat diketahui bahwa dalam proses respirasi dipengaruhi oleh berat tumbuhan.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya perbedaan kecepatan eosin pada tiap
perlakuan, dan pada perlakuan tersebut dapat diketahui bahwa uji coba yang
menggunakan berat kecambah paling besar menunjukkan kecepatan yang paling tinggi.
Kuantitas
dari suatu tumbuhan mempengaruhi laju dari respirasi. Semakin banyak kuantitas
yang digunakan maka semakin cepat kecepatan respirasi tumbuhan tersebut
(Campbell, 2000).
Oleh
karena itu, kecepatan respirasi kecambah kacang hijau lebih cepat dibandingkan
dengan kecepatan respirasi kecambah kedelai. Hal tersebut dikarenakan
jumlah/kuantitas kecambah kacang hijau lebih banyak karena ukurannya lebih
kecil daripada ukuran dari kecambah kedelai. Hal ini menyebabkan kecambah
kacang hijau mempunyai kecepatan respirasi yang lebih cepat dibandingkan dengan
kecambah kedelai.
Berbagai
faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Ketersediaan
substrat
Respirai
bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati, fruktan,
atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan yang
kahat gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan
laju respirasi daun sering lebih cepat segera setelah matahari tenggelam, saat
kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan
gulanya lebih rendah.
2. Ketersediaan
oksigen
Ketersediaan
oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut
berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada
tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak
mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan
untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.
3. Suhu
Pengaruh
faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10,
dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu
sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi
sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0
sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai
30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai
menurun.
4. Jenis
dan Umur Tumbuhan
Masing-masing
spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan demikian kebutuhan
tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan
muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua.
Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan (Harahap,
2014).
VII.
Kesimpulan
7.1 Dalam
proses respirasi sangat memerlukan oksigen, hal tersebut dapat dibuktikan
dengan adanya pergerakan eosin yang membuktikan bahwa tumbuhan uji menghirup oksigen
dalam pipa kapiler.
7.2 Dalam
proses respirasi dipengaruhi oleh berat tumbuhan, hal tersebut dapat dibuktikan
dengan adanya perbedaan kecepatan eosin pada tiap perlakuan, dan pada perlakuan
tersebut dapat diketahui bahwa uji coba yang menggunakan berat kecambah paling
besar menunjukkan kecepatan yang paling tinggi.
VIII.
Saran
Pada
saat melaksanakan praktikum kecepatan penggunaan oksigen dalam proses
respirasi, praktikan juga melakukan praktikum tentang dormansi biji sehingga
dalam satu kelompok dibagi menjadi 2 grup, yaitu grup yang melakukan praktikum
respirasi dan grup yang melakukan praktikum dormansi biji. Penggabungan dua
acara praktikum tersebut menjadi satu dirasa kurang tepat karena berbeda tema
sehingga membuat praktikan bingung. Oleh karena itu, untuk praktikum
selanjutnya diharapkan jika akan menggabungkan suatu acara praktikum menjadi
satu kali pertemuan menggunakan acara yang mempunyai inti tema yang hampir
sama.
DAFTAR
PUSTAKA
Campbell,
Neil A, et al. 2000. Biologi
Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Campbell,
Neil A, et al. 2010. Biologi
Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Harahap, Fauziyah. 2014. Fisiologi Tumbuhan. Medan : UNIMED Press.
Hayanti, S., Budihastuti, R., 2015. Morofoanatomi, Berat Basah Kotiledon
dan Ketebalan Daun Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus
vulgaris L.) pada Naungan yang Berbeda. Buletin
Anatomi dan Fisiologi Volumer XXIII, Nomor 1, Maret 2015.
Lakitan, B. 2007.
Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sari, H. P., Hanum C., Charloq. 2014. Daya Kecambag dan Pertumbuhan
Mucuna bracteata Melalui Pematahan
Dormansi dan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Giberelin (GA3). Jurnal Online Agroekotoknologi. ISSN No.
2337-6597. Vol.2, No.2: 630-644, Maret 2014.
Wardani, E. K., Mantiri, F. R., Ai, N. S., 2014.
Kajian ethylene triple response Terhadap
Kecambah Kedelai Tiga Varietas Kedelai. Jurnal
Bioslogos, Agustus 2014, Vol. 4 Nomor 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar