Selasa, 13 Desember 2016

Permeabilitas Membran Sel Dan Plasmolisis









LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
Difusi dan Osmosis
(Permeabilitas Membran Sel dan Plasmolisis)









Oleh :
                                    Nama                          : Siti Rosida
                                    NIM                            : 140210103019
                                    Kelas/Kelompok         : A/1







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
      I.          Judul
Difusi dan Osmosis (Permeabilitas Membran Sel dan Plasmolisis)
    II.          Tujuan
2.1     Mengamati pengaruh perlakuan fisik (suhu) dan kimia (jenis pelarut) terhadap permeabilitas membran sel
2.2     Untuk mengetahui pengaruh larutan hipertonik dan larutan hipotonik pada sel tumbuhan
  III.          Dasar Teori
Sel tumbuhan dilapisi oleh 2 lapisan, yaitu dinding sel dan membran sel. Dinding sel berfungsi untuk mempertahankan bentuk sel dan mencegah pengambilan air secara berlebihan. Dinding sel jauh lebih tebal dari membran plasma, yaitu berkisar antara 0,1 sampai beberapa mikrometer. Pada dinding sel juga terdapat saluran-saluran yang menghubungkan antara satu sel dengan sel lainnya yang disebut plasmodesmata (Campbell, 2010: 127-129).
Dinding sel ada 2 macam, yaitu dinding sel primer dan dinding sel sekunder. Dinding sel primer tipis, tebalnya antara 1-3 mikron (kira-kira setebal seluruh sel bakteri). Dinding sel primer tersusun atas 9-25 % selulosa. Dinding sel primer dapat bertambah luas hingga 20 kali lipat selama pertumbuhan, hal ini disebabkan karena banyaknya bahan-bahan baru yang ditambahakan sehingga dinding sel tidak semakin menipis. Sedangkan dinding sel sekunder lebih tebal dari dinding sel primer, yaitu mencapai beberapa mikrometer. Dinding sel sekunder terdiri dari 41-45% selulosa, 30% hemiselulosa, dan kadang 22-28% lignin (Salisbury, 1991: 5-9).
Membran plasma merupakan batas kehidupan yang memisahkan sel hidup dari sekelilingnya. Lapisan ini tebalnya kira-kira hanya 8 nm, dibutuhkan lebih dari 8000 membran plasma mengontrol lalu lintas ke dalam dan ke luar sel yang dikelilinginya. Seperti semua membran biologis, membran plasma memiliki permeabilitas selektif (selective permeability), yaitu memungkinkan beberapa substansi dapat melintasinya dengan lebih mudah dari pada substansi yang lainnya (Campbell, 2010: 135).
Sifat membran yang memungkinkan adanya pergerakan untuk menyebrangi permukaan membran disebut permeabilitas. Karena lingkungan internal sel dijaga dengan hati–hati oleh membran sel yang permeabel, maka banyak zat yang menyeberangi membran sesuai dengan gradien konsentrasinya. Suatu transport dapat dikatakan pasif apabila pergerakan molekul menyebrangi membran sesuai dengan gradien konsentrasi dan tanpa menggunakan energi. Sedangkan transpor disebut aktif apabila alirannya melawan gradien konsentrasi sehingga memerlukan energi (Fried, 2006: 44).
Seperti sel hewan, sel tumbuhan juga melakukan transpor air dan nutrisi dari salah satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain. Transpor tersebut di awali dengan absorpsi sumber daya oleh sel tumbuhan. Salah satu transpor dalam tumbuhan yaitu melakukan difusi. Difusi melintasi membran disebut transpor pasif karena terjadi tanpa menggunakan energi metabolik. Difusi itu sendiri merupakan perpindahan zat terlarut dari daerah yang konsentrasi zat terlarut tinggi ke daerah yang konsentrasi zat terlarut rendah (Campbell, 2012: 348).
Osmosis merupakan peristiwa berpindahnya air dalam sel dari keadaan yang hipotonis zat terlarut menuju ke daerah yang hipertonis zat terlarut melalui membran semi permeable, sehingga jika terlalu banyak air yang keluar dari sel maka akan terjadi plasmolisis (Rahmasari, 2014).
Sel tumbuhan yang kehilangan air dan tekanan turgor akan menjadi lemas atau layu (wilting) dan akhirnya mengalami plasmolisis. Plasmolisis merupakan protoplas sel yang mengkerut dan terlepas dari dinding sel (Campbell, 2012: 350).
Terlepasnya protoplas dari dinding sel tersebut disebabkan karena adanya penyusutan atau pengurangan volume, karena cairan yang ada di dalam protoplas tersebut sudah menjadi lebih pekat dan berpotensial lebih negatif (Salisbury, 1991:62).
Jika konsentrasi larutan di dalam sel lebih tinggi daripada larutan di luar sel (hipotonis), maka air akan masuk ke dalam sel. Pergerakan masuknya air ke dalam sel ini disebut endoosmosis. Apabila sebaliknya, yaitu kepekatan larutan di luar sel lebih tinggi daripada di luar sel (hipertonis), maka air akan keluar sel. Pergerakan keluarnya air dari dalam sel ini disebut eksoosmosis. Sedangkan jika kepekatan zat terlarut di dalam sel sama dengan diluar sel (isotonis), maka jumlah air yang masuk dan keluar sama (Karmana, 2008).
Pada praktikum ini menggunakan tiga jenis sel tumbuhan, yaitu umbi kunyit (Curcuma longa), umbi bawang merah (Allium cepa) dan daun jadam (Rhoeo discolor).
Kunyit sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bumbu masakan bahkan obat tradisional. Pengaruh perlakuan fisik (suhu) dan kimia (jenis pelarut)  yang dilakukan pada praktikum ini tidak hanya berpengaruh terhadap permeabilitas membran sel, akan tetapi juga berpengaruh pada kandungan kunyit itu sendiri. Penambahan asam dan suhu merupakan faktor yang mampu merusak aktivitas zat yang bersifat antioksidan dan antibakteri yang terkandung dalam kunyit (Fitoni, 2013).
Tanaman perahu adam hawa (Rhoeo discolor) berwarna ungu di bagian bawah dan berwarna hijau pada bagian atas, sering dijadikan sebagai tanaman hias, dan tumbuh subur di tempat yang lembab. Daun berbentuk seperti pedang, di bagian ujung daun runcing sedangkan pangkal daun rata, permukaan daun licin suram, dan pertulangan daun sejajar. Daun ini sering dijadikan sebagai preparat segar untuk melakukan pengamatan sel dan jaringan (Padmaningrum, 2011).
  IV.          Metode Pengamatan
4.1  Alat dan Bahan
4.1.1   Alat
1.     Pemanas listrik/ kompor listrik
2.     Gelas kimia
3.     Tabung reaksi
4.     Mikroskop
5.     Object glass
6.     Cover glass
7.     Pipet tetes
8.     Pisau silet
4.1.2   Bahan
1.     Umbi kunyit (Curcuma longa)
2.     Umbi bawang merah (Allium cepa)
3.     Daun jadam (Rhoeo discolor)
4.     Metanol
5.     Aseton
6.     Aquades
7.     Larutan gula
8.     Larutan garfis
4.2  Prosedur Kerja
4.2.1   Permeabilitas membran sel : pengaruh suhu dan pelarut
Pada perlakuan dengan pelarut organik, merendam 2 potong kubus umbi kunyit dalam 5 ml metanol, dan 2 potong lainnya direndam dalam 5 ml aseton, masing-masing selama 30-40 menit pada suhu kamar
Pada umbi kunyit kontrol/tanpa perlakuan, memasukkan 2 potong kubus umbi kunyit ke dalam aquades dan mendiamkan dalam suhu kamar dalam waktu yang sama
Di akhir perendaman, semua perlakuan dan kontrol, mengocok tabung dan mengamati perbedaan warna pada masing-masing perlakuan. Lalu menulis hasil pengamatan pada tabel pengamatan
Membuat 10 silinder umbi kunyit dengan diameter 0.5 cm dan panjang 2.0 cm menggunakan pelubang gabus. Jika tidak tersedia pelubang gabus, dapat dibuat potongan persegi atau kubus, dengan panjang sisi 1 cm x 1 cm
Mencuci dengan air mengalir untuk menghilangkan pigmen yang ada pada permukaan kubus
Pada perlakuan fisik (suhu), mencelupkan masing-masing 2 potong kubus umbi kunyit ke dalam aquades bersuhu 70°C, 50°C, dan 40°C selama 1 menit. Kubus umbi langsung dipindahkan ke dalam 5 ml aquades bersuhu kamar dan membiarkan terendam dalam keadaan statis selama 1 jam
 
4.2.2   Plasmolisis
Mengambil dengan hati-hati lapisan dalam dari umbi bawang merah atau bagian yang berwarna merah dari daun jadam (Rhoeo discolor)
Meletakkan di atas object glass, lalu menetesi dengan larutan glukosa, kemudian membiarkan selama kurang lebih 10-15 menit, dan mengamati dengan mikroskop
Menjelaskan fenomena yang terjadi
Menyerap dengan tissue larutan glukosa yang membasahi potongan daun sampai kering, lalu menetesi dengan aquades
  
Membiarkan kurang lebih 10-15 menit
Menjelaskan fenomena yang terjadi
Sebagai pembanding, mengambil potongan daun atau umbi yang baru dan menetesi dengan larutan garfis
 
    V.          Hasil Pengamatan
5.1     permeabilitas membran sel : pengaruh suhu dan pelarut
Perlakuan
Warna Larutan
Fisik (suhu)
40°C
+++

50°C
++

70°C
+
Pelarut Organik
Metanol
+++

Aseton
++++
Kontrol
Aquades
+

Keterangan:
+             : jernih
++          : kurang
+++        : sedang
++++      : sangat
5.2     plasmolisis
Perlakuan
Umbi Bawang Merah (Allium cepa)
Daun Jadam (Rhoeo discolor)
Larutan gula
Perbesaran : 100 kali
Krenasi
Perbesaran : 100 kali
Krenasi
Larutan garfis
Perbesaran : 100 kali
Tetap
Perbesaran : 100 kali
Tetap
Aquades
Perbesaran : 100 kali
Lisis
Perbesaran : 100 kali
Lisis

  VI.          Pembahasan
Pada praktikum acara difusi dan osmosis ini melakukan dua jenis percobaan, yaitu permeabilitas membran sel (pengaruh suhu dan jenis pelarut) dan plasmolisis. Praktikum ini bertujuan untuk mengamati pengaruh perlakuan fisik (suhu) dan kimia (jenis pelarut) terhadap permeabilitas membran sel dan untuk mengetahui pengaruh larutan hipertonik dan larutan hipotonik pada sel tumbuhan. Sel tumbuhan yang digunakan adalah umbi kunyit (Curcuma longa), umbi bawang merah (Allium cepa), dan daun jadam (Rhoeo discolor).
Pada percobaan pertama yaitu permeabilitas membran sel, melakukan dua macam perlakuan yaitu perlakuan fisik (suhu) dan perlakuan dengan pelarut organik, dan juga disediakan kontrol sebagai pembanding. Pada pengaruh fisik (suhu) yaitu umbi kunyit direndam dalam aquades dengan suhu 40°C, 50°C, dan 70°C. Pada suhu 40°C warna air menjadi kuning sedang, pada suhu 50°C air menjadi kuning kurang, sedangkan pada suhu 70°C warna air menjadi kuning jernih.
Pada pengaruh pelarut organik, umbi kunyit direndam dalam 5 ml metanol dan 5 ml aseton masing-masing selama 30 menit. Pada metanol, warna larutan berubah menjadi berwarna kuning sedang, dan pada aseton, yang semula warna aseton merah muda berubah menjadi sangat kuning. Sedangkan pada tabung kontrol yang hanya merendam kunyit dalam aquades pada suhu kamar, warna airnya berubah menjadi kuning jernih.
Dari percobaan tersebut dapat dibuktikan bahwa suhu dan pelarut organik berpengaruh terhadap permeabilitas membran sel, karena dapat dibuktikan dengan adanya perubahan warna pada larutan yang awalnya berwarna putih bening menjadi berwarna kuning, baik itu kuning jernih, kurang, sedang, maupun sangat kuning. Selain itu juga mampu merubah warna aseton yang awalnya berwarna merah muda menjadi sangat kuning. Hal ini membuktikan bahwa kedua perlakuan tersebut dapat mempengaruhi permeabilitas membran sel sehingga pigmen warna yang ada pada umbi kunyit dapat keluar ke dalam cairan.
Pada pengamatan kedua tentang plasmolisis yaitu menggunakan lapisan umbi bawang merah (Allium cepa), dan daun jadam (Rhoeo discolor) yang di tetesi dengan tiga jenis larutan yang berbeda, yaitu larutan gula, larutan garfis, dan aquades.  Tujuan dalam penggunaan ketiga jenis larutan yang berbeda tersebut yaitu sebagai perbandingan, karena larutan gula bersifat hipertonik, larutan garfis bersifat isotonik, dan aquades bersifat hipotonik. Dengan adanya perbedaan sifat pada larutan tersebut juga akan berpengaruh terhadap sel yang akan di uji. Pada lapisan sel yang ditetesi dengan larutan gula, di dapatkan hasil yaitu sel umbi bawang maupun daun jadam mengalami krenasi, hal tersebut ditandai dengan semakin mengecilnya/ mengkerutnya sel tersebut, hal ini dapat terjadi karena adanya proses osmosis, yaitu cairan dalam sel keluar ke larutan karena larutan gula bersifat hipertonik. Pada lapisan yang ditetesi dengan larutan garfis, bentuk sel seperti pada umumnya atau tetap tanpa adanya perubahan, karena larutan garfis isotonis dengan cairan dalam sel. Sedangkan pada lapisan yang di tetesi dengan aquades, bentuk sel menjadi menggembung atau mengalami lisis, hal ini terjadi karena aquades bersifat hipotonik sehingga air masuk ke dalam sel dan membuat sel kelebihan air sehingga menggembung dan terjadi lisis.
Pada pengamatan permeabilitas membran sel melakukan perlakuan fisik (suhu) dan pelarut organik, umbi kunyit direndam selama 30 menit, sedangkan pada pengamatan plasmolisis lapisan bawang merah atau daun jadam setelah ditetesi dengan larutan glukosa, larutan garfis, maupun aquades ditunggu selama 10-15 menit agar proses yang diharapkan dapat berjalan dengan baik/sempurna, sehingga hasil yang didapatkan juga baik. Misalnya proses terjadinya difusi-osmosis pada percobaan umbi kunyit, sehingga hasil perubahan warna pada larutan dapat dibedakan secara jelas antar tiap perlakuan yang berbeda. Ataupun juga pada percobaan plasmolisis, sehingga proses terjadinya lisis maupun krenasi dapat terlihat secara jelas pada sel yang di amati ketika melakukan pengamatan dibawah mikroskop.
VII.          Kesimpulan
7.1     Perlakuan fisik (suhu) dan kimia (jenis pelarut) dapat mempengaruhi permeabilitas membran sel, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya perubahan warna pada zat pelarut pada tabung reaksi.
7.2     Larutan hipertonik dapat menyebabkan sel tumbuhan mengalami krenasi, hal ini dibuktikan dengan sel yang ditetesi dengan larutan gula nampak mengecil pada preparat. Sedangkan larutan hipotonik dapat menyebabkan sel tumbuhan mengalami lisis, hal tersebut dibuktikan dengan adanya penggembungan sel pada preparat yang ditetesi dengan aquades.
VIII.          Saran
Pada saat pengamatan, alat praktikum yang digunakan sangat terbatas dan adanya larangan untuk memotret hasil pengamatan. Contohnya dalam penggunaan mikroskop, sehingga dalam proses pengamatan, praktikan harus bergantian menggunakan mikroskop tersebut untuk menggambar hasil pengamatan dan hal tersebut tidak efisien terhadap waktu. Oleh karena itu, diharapkan untuk pengamatan selanjutnya alat-alat dalam laboratorium dapat menunjang proses praktikum dan diperbolehkan untuk memotret hasil pengamatan agar memudahkan dalam menggambar hasil, sehingga waktu yang digunakan menjadi lebih efisien.

DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A, dkk. 2010. Biologi Edisi kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Campbell, Neil A, dkk. 2012. Biologi Edisi kedelapan Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Fitoni, Cholib Nanang, dkk. 2013. Pengaruh Pemanasan Filtrat Rimpang Kunyit
(Curcuma Ilonga) Terhadap Pertumbuhan Koloni Bakteri Coliform
Secara Invitro. Jurnal Biologi Vol. 2 Universitas Negeri Surabaya.
Fried, H. George. 2006. Schaum’s Outline Biologi Edisi – 2. Jakarta: Erlangga.
Karmana, Oman. 2008. Biologi. Bandung: Grafindo Media Prtama.
Padmaningrum, Regina Tutik. 2011. Karakter Ekstrak Zat Warna Daun Rhoeo
discolor Sebagai Indikator Titrasi Asam Basa. Jurnal Fakultas MIPA,
Universitas Negeri Yogyakarta.
Rahmasari, Hamita dan Susanto, Wahono Hadi. 2014. Ektraksi Osmosis Pada
Pembuatan Sirup Murbei (Morus alba L.) Kajian Proporsi Buah: Sukrosa
dan lama Osmosis. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Volume 2 Nomor 3.
Salisbury, Frank B. dan Cleon W. Ross. 1991. Fisiologi Tumbuhan. Bandung:
ITB Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar