LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI
TUMBUHAN
“Pertumbuhan Pucuk”
Oleh :
Nama : Siti Rosida
NIM : 140210103019
Kelas/Kelompok : A/1
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
I.
Judul
Pertumbuhan
Pucuk
II.
Tujuan
Untuk
mengetahui letak daerah morfologi mana yang terutama terjadi pertumbuhan pucuk
tumbuhan.
III.
Dasar
Teori
Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan dimulai
dengan berkecambahnya biji. Kondisi lembab diperlukan untuk aktifitas
pemanjangan selserta cahaya berpengaruhpada pertumbuhan. Gen dibutuhkan untuk
mengontrol sintesis protein dan hormon berfungsi untuk mengatur pertumbuhan
misalnya auksin, sitokinin, giberelin, asam traumalin, dan kalin. Kualitas,
intensitas, dan lamanya radiasi yang mengenai tumbuhan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap berbagai proses fisiologi tumbuhan Perkembangan struktur
tumbuhan juga dipengaruhi oleh cahaya (fotomorfogenesis). Efek fotomorfogenesis
ini dapat dengan mudah diketahui dengan cara membandingkan kecambah yang tumbuh
di tempat terang dengan kecambah dari tempat gelap (Haryanti, 2015).
Pada
usia muda tumbuhan pertumbuhan di
dominasi oleh pertumbuan vegetatif kemudian berlanjut pada tumbuhan masa dewasa
yang dicirikan dengan tumbuhnya organ-organ generatif. Peralihan tumbuhan usia
muda ke usia dewasa disebut ontogenetic. Untuk tanaman tahunan, peralihan ini
bersifat permanen yang artinya sekali menjadi dewasa informasi genetik yang
diperoleh tidak berubah, meskipun berbunganya terjadi pada kurun waktu
tertentu. Tumbuhan pada usia muda tidak sama dengan pertumbuhan usia vegetatif
ke masa generatif (Mangoendidjojo, 2003).
Letak pertumbuhan adalah pada meristem
apikal, lateral, dan interkalar. Pertumbuhan ujung cenderung menghasilkan
pertambahan panjang, pertumbuhan lateral menghasilkan pertambahan lebar.
Pertambahan panjang batang terjadi di meristem interkalar, memerlukan tambahan
sumber hormon pertumbuhan dan mempunyai jumlah sel ataupun aktifitas sel yang
rendah (Campbell, et all, 2008).
Meristem apikal berasal dari organ lain tidak
berasal dari embrio tetapi berasal dari jaringan sekunder yang sudah dewasa
seperti meristem sekunder meskipun struktur dan fungsinya adalah meristem
primer. Meristem apikal dibagi menjadi dua daerah penting yaitu: promeristem,
prokambium dan meristem dasar yang dapat dibedakan. Promeristem akan
menghasilkan sistem epidermal, meristem apikal daerah prokambium menghasilkan
jaringan pengangkut primer dan meristem dasar akan membentuk jaringan dasar
pada tumbuhan seperti parenkima dan sklerenkima dan korteks dan empulur serta
kolenkima korteks (Lakitan, 2007).
Zat pengatur tumbuh tanaman adalah
senyawa organik yang bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat
dan dapat merubah proses fisiologis tumbuhan. Untuk mendapatkan hasil
perbanyakan bibit yang baik selain perlu memperhatikan media tumbuh, diperlukan
zat pengatur tumbuh (zpt) untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya.
Auksin merupakan salah satu hormon yang dapat berpengaruh terhadap pembentukan
akar, perkembangan tunas, kegiatan sel-sel meristem, pembentukan bunga,
pembentukan buah dan terhadap gugurnya daun dan buah (Patma, 2013: 288).
Hormon auksin mampu mengendurkan dinding
sel epidermis, sehingga dinding sel epidermis yang sudah kendur menjadi
mengembang, kemudian sel epidermis ini membentang dengan cepat, dan pembentangan
ini menyebabkan sel sub epidermis yang menempel pada sel epidermis juga
mengembang. Hal ini dapat memudahkan air masuk ke dalam batang. Masuknya air ke
dalam batang akan memacu proses perakaran (Shofiana, 2013: 104).
Fungsi
auksin antara lain mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi
dan percabangan akar, perkembangan buah, dominansi apikal, fototropisme dan
geotropisme. Auksin terbagi menjadi beberapa jenis antara lain : Indole Acetic
Acid (IAA) , Indole Butyric Acid (IBA), Naphtaleneacetic Acid (NAA), dan 2,4-dichlorophenoxy
acetic acid (2,4-D) (Arimarsetiowati, 2012: 84).
IV.
Metode
Pengamatan
4.1 Alat
dan Bahan
4.1.1 Alat
a. Bak
atau pot (gelas capcin)
b. Alat
penyiram (handsprayer)
c. Jangka
sorong atau penggaris
4.1.2 Bahan
a. Benih
kacang hijau
b. Air
4.2 Prosedur
Kerja
V.
Hasil
Pengamatan
Kel
|
Tumbuhan
|
Interval
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
||
1
|
1
2
3
4
5
|
0,5
|
0,3
|
0,5
|
0,3
|
0,4
|
0,3
|
0,3
|
0,3
|
0,3
|
0,3
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
0,6
|
0,5
|
0,4
|
0,5
|
0,3
|
0,2
|
0,2
|
||
0,5
|
0,5
|
0,4
|
0,4
|
0,3
|
0,3
|
0,3
|
0,4
|
0,3
|
0,3
|
||
0,4
|
0,3
|
0,5
|
0,5
|
0,4
|
0,4
|
0,5
|
0,4
|
0,3
|
0,3
|
||
0,4
|
0,3
|
0,3
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
0,3
|
0,3
|
0,3
|
0,2
|
||
2
|
1
2
3
4
5
|
0,3
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
0,15
|
0,2
|
0,15
|
0,15
|
0,15
|
0,2
|
0,25
|
0,25
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
0,25
|
0,15
|
||
0,3
|
0,2
|
0,1
|
0,15
|
0,15
|
0,15
|
0,1
|
0,1
|
0,15
|
0,2
|
||
0,2
|
0,2
|
0,1
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
0,25
|
0,15
|
0,15
|
0,1
|
||
0,2
|
0,1
|
0,15
|
0,2
|
0,2
|
0,1
|
0,1
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
||
3
|
1
2
3
4
5
|
1
|
1
|
0,3
|
0,3
|
0,2
|
0,2
|
0,1
|
0
|
0
|
0
|
1,1
|
1,5
|
0,8
|
0,3
|
0,2
|
0,9
|
0,1
|
0
|
0
|
0
|
||
1,1
|
0,8
|
0,7
|
0,5
|
0,2
|
0,1
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
||
1,8
|
1,3
|
0,8
|
0,7
|
0,4
|
0,2
|
0,2
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
||
1,8
|
0,5
|
0,4
|
0,4
|
0,7
|
0,6
|
0,4
|
0,4
|
0,3
|
0,2
|
||
4
|
1
2
3
4
5
|
0,2
|
0,4
|
0,8
|
1,0
|
0,8
|
0,8
|
0,5
|
0,4
|
0,3
|
0,2
|
0,2
|
0,3
|
0,3
|
0,4
|
0,5
|
0,5
|
0,3
|
0,4
|
0,4
|
0,3
|
||
0,3
|
0,2
|
0,3
|
0,3
|
0,4
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
0,3
|
0,2
|
||
0,2
|
0,5
|
0,5
|
0,8
|
0,4
|
0,5
|
0,4
|
0,3
|
0,2
|
0,3
|
||
0,4
|
0,6
|
3,0
|
1,5
|
1,4
|
1,0
|
1,1
|
0,5
|
0,6
|
0,4
|
||
5
|
1
2
3
4
5
|
0,4
|
0,8
|
1,3
|
0,7
|
0,8
|
0,4
|
0,3
|
0,3
|
0,2
|
0,1
|
0,5
|
0,8
|
0,8
|
0,7
|
0,3
|
0,2
|
0,2
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
||
0,3
|
0,5
|
0,5
|
0,6
|
0,3
|
0,3
|
0,2
|
0,1
|
0,1
|
0
|
||
0,3
|
0,5
|
0,8
|
0,8
|
0,6
|
0,3
|
0,3
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
||
0,3
|
0,8
|
1
|
1
|
0,7
|
0,5
|
0,4
|
0,3
|
0,2
|
0,1
|
||
6
|
1
2
3
4
5
|
1,4
|
1,9
|
1,2
|
1,5
|
0,7
|
0,5
|
0,3
|
0,4
|
0,3
|
0,3
|
1,9
|
1,4
|
1,4
|
0,7
|
0,6
|
0,6
|
0,6
|
0,3
|
0,4
|
0,3
|
||
1,7
|
1,2
|
0,7
|
0,6
|
0,5
|
0,5
|
0,4
|
0,4
|
0,4
|
0,3
|
||
1,5
|
1
|
1
|
1
|
0,5
|
0,5
|
0,4
|
0,3
|
0,3
|
0,3
|
||
0,8
|
0,8
|
1,3
|
1,5
|
0,9
|
0,6
|
0,6
|
0,4
|
0,3
|
0,3
|
VI.
Pembahasan
Penambahan tinggi tanaman padi karena pemberian
giberelin, juga akan menyebabkan berkembang dan tumbuhnya tunas yang tumbuh di
pucuk (puncak) batang pada tanaman, cyperaceae menjadi aktif mengalami dominasi
apical. Tunas apikal adalah tunas yang tumbuh di pucuk (puncak) batang.
Dominasi apikal dan pembentukan cabang lateral dipengaruhi oleh keseimbangan
konsentrasi hormon. Dominasi apikal diartikan sebagai persaingan antara tunas
pucuk dengan tunas lateral dalam hal pertumbuhan. Selama masih ada tunas pucuk
atau apikal, pertumbuhan tunas lateral akan terhambat sampai jarak tertentu
dari pucuk (Parman, 2015).
Etioloasi merupakan pertumbuhan tanaman yang
kekurangan pasokan cahaya dan kecenderungan tanaman untuk menjangkau sumber
cahaya, sehingga pertumbuhannya lemah dan tidak kokoh, serta daun kecil dan
tampak pucat. Etiolasi ini dikendalikan oleh hormon auksin yang diproduksi di
ujung titik pertumbuhan, yakni pucuk tanaman. Dengan keberadaan auksin,
tumbuhan akan terus memanjang sampai titik ujung tumbuhan mendapatkan cahaya
yang cukup untuk menghambat produksi auksin. karena itu, pasti sejak awal
tanaman secara keseluruhan mendapatkan cahaya matahari secara langsung agar
pertumbuhnannya sempurna (Rahmat, 2015).
Kondisi gelap (G) produksi hormon auksin atau IAA
turun. Auksin adalah hormon tumbuh yang banyak ditemukan di sel-sel meristem,
seperti ujung akar dan ujung batang. Oleh karena itu tanaman akan lebih cepat
memanjang/etiolasi. Selain itu, diduga enzim riboflavin pada ujung batang
menyerap sinar nila dari sinar matahari. Sinar nila saat intensitas rendah
dapat merusak enzim-enzim pembentukkan asam indolasetat ,sehingga akan terjadi
penghambatan pembelahan dan deferensiasisel-sel parenkim kortek batang dan
sel-sel primordia daun (Haryanti, 2015).
Adanya naungan disekitar lokasi penanaman yang
menyebabkan berkurangnya intensitas cahaya yang diterima tanaman, sehingga
tanaman mengalami perpanjangan pada batang. Cahaya yang tidak maksimal masuk ke
tanaman dengan sendirinya akan tumbuh mencari arah sumber cahaya dan terjadinya
pemanjangan pada batang tanaman (etiolasi) disebabkan karena adanya pengaruh
hormon tumbuhan, dimana hormon pada tumbuhan ini berfungsi sebagai pemanjangan
dan pembesaran sel. Hormon tumbuhan seperti auksin dapat merubah tumbuh dan
perkembangan tumbuhan. Pada tumbuhan yang kekurangan cahaya akan terjadi
penimbunan auksin, menyebabkan pemanjangan sel lebih cepat yang menyebabkan
etiolasi pada tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
secara luas adalah fakkor eksternal yaitu lingkungan, seperti intensitas cahaya
yang terpenuhi akan baik bagi pertumbuhan tanaman. Serta faktor internal atau
genetik yang akan mendapatkan kualitas dan kuantitas yang baik melalui
pertumbuhan dari tanaman itu sendiri (Gustanti,
2014).
Praktikum ini
dilakukan untuk mengetahui letak daerah morfologi mana yang terutama terjadi
pertumbuhan pucuk tumbuhan. Langkah yang dilakukan pertama kali yaitu menumbuhkan
biji kacang hijau terlebih dahulu, yaitu dilakukan dengan cara menyiapkan gelas
aqua atau wadah sebagai medium pertumbuhan kacang hijau. Kemudian menyiapkan
kapas dan meletakkan pada dasar gelas aqua
atau wadah yang digunakan. Sebelum menumbuhkan biji kacang hijau, hendaknya
biji kacang hijau di rendam didalam air selama 24 jam terlebih dahulu agar
terjadi proses imbibisi dengan optimal. Lalu meletakkan biji kacang hijau
tersebut diatas kapas dan ditata dengan rapi. Kemudian meletakkan gelas aqua
tersebut yang telah berisi biji kacang hijau di tempat yang sesuai dengan
perlakuan yaitu terang maupun gelap. Menyiram biji tersebut setiap hari dan
menunggu hingga 5 hari. Setelah 5 hari, memberikan tanda pada batang tumbuhan
kacang hijau dengan spidol mulai dari pucuk hingga pangkal batang dengan
intervval 2 mm sebanyak 10. Selanjutnya meletakkan kembali pada tempat semula,
baik terang maupun gelap hingga 2 hari dan menyiram dan merawat kembali.
Setelah 2 hari, mengamati dan mengukur jarak antara interval tersebut dari
pucuk sebanyak 10 interval untuk 5 tumbuhan sebagai perwakilan serta mengamati
pada nomor interval mana yang mengalami pertumbuhan tercepat dan pertumbuhan
terlambat.
Hasil
yang diperoleh, pada perlakuan gelap terjadi pertumbuhan pucuk yang lebih
panjang daripada perlakuan terang. Hormon yang berperan adalah hormon auksin. Hormon auksin mampu mengendurkan dinding sel epidermis,
sehingga dinding sel epidermis yang sudah kendur menjadi mengembang, kemudian sel
epidermis ini membentang dengan cepat, dan pembentangan ini menyebabkan sel sub
epidermis yang menempel pada sel epidermis juga mengembang. Hal ini dapat
memudahkan air masuk ke dalam batang, dan masuknya air ke dalam batang akan
memacu proses perakaran. Jadi hormon auksin ini mampu mempengaruhi
pertambahan panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar,
perkembangan buah, dominansi apikal, fototropisme dan geotropisme.
Hasil
pengamatan yang diperoleh kelompok 1 dengan perlakuan terang dengan total
rata-rata interval pada tumbuhan 1, 2, 3, 4, dan 5 masing-masing adalah 0.35, 0.42, 0.37, 0.4, dan 0.27. Pada kelompok 2 dengan perlakuan terang
dengan total rata-rata interval pada tumbuhan 1, 2, 3, 4, dan 5 masing-masing
adalah 0.19, 0.21, 0.16, 0.175, dan 0.165. Pada kelompok 3 dengan perlakuan
terang dengan total rata-rata interval pada tumbuhan 1, 2, 3, 4, dan 5
masing-masing adalah 0.31, 0.49, 0.42, 0.57, dan 0.57. Pada kelompok 4 dengan
perlakuan terang dengan total rata-rata interval pada tumbuhan 1, 2, 3, 4, dan
5 masing-masing adalah 0.54, 0.36, 0.26, 0.26, dan 0.41. Pada kelompok 5 dengan
perlakuan terang dengan total rata-rata interval pada tumbuhan 1, 2, 3, 4, dan
5 masing-masing adalah 0.53, 0.38, 0.29, 0.42, dan 0.53. Serta pada kelompok 6
dengan perlakuan terang dengan total rata-rata interval pada tumbuhan 1, 2, 3,
4, dan 5 masing-masing adalah 0.85, 0.78, 0.67, 0.68, dan 0.75.
Dari hasil pengamatan tersebut diketahui bahwa pertumbuhan
paling panjang terjadi pada interval 1 yaitu 0,69 dan
pertumbuhan paling lambat terjadi pada interval 10 yaitu 0,20.
Interval 1 merupakan bagian batang yang berada di pucuk. Hal ini terjadi karena
pada bagian pucuk merupakan sel meristem. Sedangkan sel meristem merupakan
sel-sel yang memiliki sifat embrional artinya mampu terus menerus membelah diri
tak terbatas untuk menambah jumlah sel tubuh.
VII.
Kesimpulan
Letak daerah morfologi yang terutama terjadi pada pertumbuhan
yang paling baik yaitu pada pertumbuhan pucuk, karena pucuk merupakan jaringan
meristem yang bersifat embrionik sehingga sel-selnya masih aktif membelah. . Oleh
sebab itu, perpanjangan pada bagian pucuk jauh lebih pesat daripada bagian yang
jauh dari pucuk. Hal tersebut dibuktikan bahwa hasil yang didapatkan pada
pengamatan ini yaitu pertumbuhan paling panjang terjadi pada interval 1 yaitu
daerah yang berada di bagian paling dekat dengan pucuk.
VIII.
Saran
Praktikum ini membutuhkan tingkat kejelian atau
ketelitian yang tinggi, karena praktikum ini menitikberatkan pada panjang
interval yang kita ukur. Oleh karena itu disarankan untuk praktikan agar lebih
teliti dalam melakukan pengamatan agar saat pengukuran interval tidak terjadi
kesalahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arimarsetiowati, Rina dan Fitrian Ardiyani. 2012.
Pengaruh Penambahan Auxin terhadap Pertunasan dan Perakaran Kopi Arabika
Perbanyakan Somatik Embriogenesis. Jurnal
Pelita Perkebunan 28 (2): 82-90.
Campbell,
N. A, et all. 2008. Biologi
Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Gustanti, Y. 2014. Pemberian Mulsa
Jerami Padi (Oryza sativa) Terhadap
Gulma dan Produksi Tanaman Kacang Kedelai (Glycine
max (L.) Merr). Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.), Vol.3
(1): 73-79.
Haryanti, S. 2015. Morfoanatomi,
Berat Basah Kotiledon dan Ketebalan Daun Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus vulgaris L.) pada Naungan yang
Berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi, Vol. 23 (1): 47-56.
Lakitan,
B. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Yogyakarta:
Kanisius.
Parman, S. 2015. Pengaruh Pemberian
Giberelin pada Pertumbuhan Rumpun Padi
IR-64 (Oryza sativa var IR-64). Buletin Anatomi dan Fisiologi, Vol.
23 (1) :
118-124.
Patma,
Utri, et all. 2013. Respon Media Tanam
dan Pemberian Auksin Asam
Asetat
Naftalen pada Pembibitan Aren (Arenga
pinnata Merr). Jurnal
Online Agroteknologi 1
(2): 2337-6597.
Rahmat, P. 2015. Bertanam Hidroponik. Jakarta: PT Agro
Media Pustaka.
Shofiana, Arini, et
all. 2013. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Hormon
IBA (Indole
Butryric Acid) terhadap Pertumbuhan Akar pada Stek Batang
Tanaman Buah Naga (Hylocereus undatus). Jurnal
Lentera Bio 2 (1): 2252
3979.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar